kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar furnitur kayu turun, WOOD tetap optimistis tumbuh


Senin, 06 Januari 2020 / 17:08 WIB
Pasar furnitur kayu turun, WOOD tetap optimistis tumbuh
ILUSTRASI. Perusahaan manufaktur berbahan kayu seperti furnitur, furniture, mebel, PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD)


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) merilis, total nilai ekspor kayu olahan Indonesia tahun 2019 hanya US$ 11,64 miliar atau turun 4% ketimbang ekspor tahun 2018 yang mencapai US$ 12,13 miliar. Adapun, ekspor furnitur kayu juga ikut turun tipis, turun 1,04% menjadi US$ 1,43 miliar. 

Meski nilai ekspor kayu olahan secara nasional khususnya furnitur kayu tertekan, tetapi hal tersebut tak berlaku pada kinerja PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD). 

Berdasarkan laporan keuangan WOOD, pada kuartal III-2019, ekspor perusahaan manufaktur pengolahan hasil kayu ini menguat 17,6% menjadi Rp 1,08 triliun.

Baca Juga: WOOD perkuat bisnis ekspor di 2020

Corporate Secretary & Head of Investor Relation WOOD Wendy Chandra mengatakan, meski segmen furnitur kayu nasional turun, tetapi total penjualan ekspor WOOD diharapkan masih terangkat. 

"Sebab dari sisi ekspor melihat di akhir September 2019 masih mencatatkan pertumbuhan terutama ke Amerika Serikat," jelas dia kepada Kontan.co.id, Senin (6/1). 

Kendati demikian, Wendy tidak menampik bahwa hasil akhir jika digabungkan dengan penjualan lokal, pendapatan WOOD tetap flat dibanding 2018. Mengingat, adanya penurunan permintaan dari domestik. 

Baca Juga: Bisnis WOOD Terganggu Belanja Pemerintah yang Menciut

Asal tahu saka, penjualan domestik WOOD hingga September lalu memang tercatat naik 2,1% menjadi Rp 1,4 triliun. Namun, penjualan di dua segmen yakni kehutanan dan manufaktur turun cukup dalam, masing-masing turun 32% dan 33% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. 

Wendy bilang, segmen kehutanan lesu akibat dampak dari harga kayu meranti yang melejit hingga 38% pada 2018 menjadi Rp 2,6 juta per meter kubik. Sedangkan di 2019, harganya menjadi normal kembali atau menjadi Rp 1,6 juta per meter kubik. 

Kemudian untuk segmen manufaktur lokal, Wendy bilang, pendapatan perusahaan dipengaruhi proyek pemerintah yang sedang melandai. "Di tahun sebelumnya kami mendapat proyek besar seperti wisma atlet, sedangkan di 2019 belum ada yang seperti itu," tegas dia. 




TERBARU

[X]
×