Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Gairah industri properti nasional pada tahun lalu diprediksi masih berlanjut pada tahun ini. Peringatan Bank Dunia akan ancaman bubble properti seolah tak berefek.
Dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Quarterly yang dirilis 18 Maret 2013, Bank Dunia menyatakan properti Indonesia bisa berisiko mengalami bubble. Indikatornya adalah terjadi kenaikan harga dan kredit properti yang kuat sepanjang tahun 2012, terutama di sektor apartemen, ritel, perkantoran, serta kawasan industri di Jakarta.
Sejumlah konsultan properti memperkirakan ruang untuk bertumbuh bagi industri properti Indonesia masih terbuka di tahun ini. "Kita bisa lihat dari banyaknya pembangunan, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di luar kota," ucap Ferri Salanto, Associate Director Colliers International Indonesia, sebuah konsultan properti asing.
Populasi yang cukup besar dan pertumbuhan masyarakat kelas menengah ini merupakan peluang bagus untuk industri properti. Jakarta memang sudah padat dengan proyek properti. Maka itu, Ferri melihat potensi pertumbuhan lebih baik bisa dilihat di kawasan di luar Jakarta. Apalagi, harga properti di Jakarta semakin mahal. Untuk itu, investor bisa melirik ke pinggiran Jakarta maupun luar daerah.
Dengan bergeser ke luar Jakarta, para pengembang dan investor tentu melihat peluang pertumbuhan yang besar. Setelah Jakarta terbilang mature, potensi besar daerah perlu terus digali dan dikembangkan.
Arief Rahardjo, Senior Associate Director and Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield, menilai minat investor asing masuk ke Indonesia juga mengindikasikan bisnis properti di negara ini cukup potensial.
Ferri juga menambahkan bahwa investor asing melirik Indonesia karena pasar properti di negara asal mereka sudah jenuh. Sedangkan ruang pertumbuhan properti di Indonesia masih terbuka cukup lebar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News