kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pasokan Melimpah,Harga Produk Kakao Olahan Stagnan


Jumat, 10 Januari 2014 / 07:20 WIB
Pasokan Melimpah,Harga Produk Kakao Olahan Stagnan
Promo JSM Alfamart 19-21 Agustus 2022 untuk harga yang lebih hemat selama 3 hari di akhir pekan.


Reporter: Handoyo | Editor: Herlina Kartika Dewi

JAKARTA. Harga produk hilir kakao diproyeksikan masih akan stagnan. Tahun ini, harga cocoa butter diperkirakan berada di kisaran US$ 6.500 per ton. Sementara itu harga cocoa powder akan ada di kisaran US$ 1.700 per ton hingga US$ 2.000 per ton.

Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) mengatakan, stagnasi harga produk kakao olahan ini lantaran produksi biji kakao di negara produsen seperti Pantai Gading dan Ghana akan meningkat. "Meski permintaan naik, tetapi suplai dari Pantai Gading dan Ghana juga melonjak, sehingga harga tidak terpengaruh," ujar Sindra baru-baru ini kepada KONTAN.

Fluktuasi harga produk hilir kakao juga tergantung pada harga biji kakao. Menurut Sindra, saat ini harga biji kakao kering di tingkat petani lokal berkisar Rp 30.000 per kg. Kisaran harga ini, kata Sandra masih cukup baik bagi petani kakao di Indonesia.

Ke depan, ancaman ketersediaan biji kakao untuk kebutuhan industri kakao olahan semakin tinggi. Sebab pemerintah sudah menghentikan program gerakan nasional  (gernas) kakao yang berjalan sejak tahun 2009 hingga 2013.

Dalam lima tahun, program gernas kakao hanya menjangkau 450.000 hektar (ha) atau 30% dari total lahan kakao di dalam negeri yang mencapai 1,7 juta hektar. Alhasil, produksi kakao tak bisa mengejar kebutuhan biji kakao untuk kebutuhan industri pengolahan yang berkembang pesat.

Berdasarkan catatan AIKI, kebutuhan biji kakao untuk memenuhi kebutuhan pengolahan kakao domestik pada tahun 2013 sekitar 300.000 ton. Pada tahun 2015 kebutuhan biji kakao untuk industri pengolahan kakao diprediksi naik menjadi 600.000 ton. Sementara itu, produksi kakao domestik rata-rata 500.000 ton per tahun.

Kalau masalah ketersediaan pasokan biji kakao dalam negeri tak diperhatikan secara serius, imbasnya impor biji kakau bakal semakin melonjak. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari - November 2013, volume impor biji kakao 29.260 ton senilai US$ 73,16 juta.

Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengatakan, meningkatnya tren impor biji kakao tersebut lantaran pertumbuhan produksi yang tidak seimbang dengan peningkatan kebutuhan bahan baku industri kakao olahan.

Pada 2013, Askindo memperkirakan impor biji kakao sekitar 40.000 ton-50.000 ton. Sementara untuk tahun ini impor biji kakao diperkirakan meningkat menjadi sekitar 75.000 ton-100.000 ton. Kenaikan impor ini lantaran beberapa pabrik pengolahan biji kakao sudah beroperasi seperti Cargil yang membutuhkan bahan baku sekitar 70.000 ton per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×