Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan aturan soal denda administratif bagi pelanggaran penyelenggaraan umrah dan haji khusus yang merugikan jemaah. Denda tersebut diberikan kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang tak menjalankan kewajibannya. Pemberian denda dinilai efektif untuk mendisiplinkan PPIU dan PIHK.
Menanggapi hal itu, Presiden Direktur Patuna Travel, Syam Resfiadi mengatakan rencana pemerintah dalam menyusun aturan mengenai denda tersebut di nilai tidak tepat bila diberlakukan selama masih adanya pandemi Covid-19.
“Waktunya tidak pas kalau diterapkan di dalam Pandemi dan Umroh juga belum dimulai sebaiknya ditunda dahulu sampai kondisi kondusif kembali,” ungkap dia kepada Kontan.co.id, Senin (15/11).
Baca Juga: Himpunan pengusaha haji dan umrah sebut aturan denda bagi PPIU dan PIHK tidak tepat
Dia mengatakan, bila dilihat kondisi saat ini, ia menilai bahwa penerapan regulasi tersebut belum efektif lantaran harus diikuti dengan personil pengawasan yang mencukupi kurang lebih sebanyak 1.500 PPIU.
Namun dia melihat, peraturan tersebut tidak akan berdampak pada permintaan umroh dan haji secara langsung namun membuat rasa aman bagi jamaah yang paham. “Kami belum bisa menghitung jika ada peningkatan permintaan akibat peraturan ini jika tidak di sosialisasikan secara masif,” tutup dia.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, ada berbagai jenis denda dengan besaran yang masih dalam pembahasan. Diantaranya yakni denda paling rendah sebesar Rp 50.000 per jemaah bagi PIHK dan Rp 10.000 per jemaah bagi PPIU. Sementara denda paling tinggi bagi PIHK sebesar Rp 110 juta bila gagal memberangkatkan jemaah. Sedangkan pada PPIU Rp 20 juta per jemaah gagal berangkat.
Selanjutnya: Ini besaran denda bagi penyelenggara umrah yang gagal berangkatkan jemaah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News