kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pebisnis makanan sulit peroleh hortikultura impor


Rabu, 13 Februari 2013 / 10:57 WIB
Pebisnis makanan sulit peroleh hortikultura impor
ILUSTRASI. Kontan - Kominfo Kilas Kementerian Online


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. Industri makanan dan minuman domestik mengaku makin sulit mendapat pasokan bahan baku impor.  Apalagi pasokan bahan baku makanan dan minuman dari lokal masih terbatas.

Adhi S Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) bilang adanya beleid larangan impor produk hortikultura membuat urusan impor produk tersebut yang menjadi salah satu bahan baku industri makanan domestik makin menjadi rumit.

Maklum, industri makanan domestik masih belum bisa melepaskan diri dari pasokan bahan baku impor. Pasalnya, ada beberapa jenis bahan baku yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. Misalnya jeruk florida yang menjadi salah satu bahan baku utama industri minuman.

Sialnya, meski varietas produk hortikultura antara untuk konsumsi dan industri berbeda, namun tetap memiliki harmonized system (HS) yang sama. Misalnya, untuk mengimpor jeruk florida.

Imbasnya, pebisnis makanan kudu lebih repot untuk mengimpor buah tersebut. Mereka harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian yang menyebutkan buah tersebut untuk kebutuhan industri. Selepas itu mereka harus menghadap Kementerian Pertanian untuk mendapatkan dokumen rencana impor produk hortikultura (RIPH), baru kemudian ke  Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Sebelum impor hortikultura dibatasi, pelaku industri cukup mengurus perizinan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kemendag.  "Sekarang mata rantainya jadi tiga tahap sementara kesiapan infrastruktur tidak tambah tapi tugas bertambah banyak," katanya.

Imbasnya, kontrainer bahan baku hortikultura impor lamban keluar pelabuhan. Proses  yang berbelit-belit membuat pelaku industri makanan ada yang  harus mengurus proses perizinan antara dua sampai tiga minggu lamanya. Biasanya cukup satu minggu.

Konsekuensinya, terjadi pembengkakan biaya bagi pebisnis makanan. Pasalnya, pelabuhan mengenakan biaya demurrage (kelebihan biaya bongkar muat) sekitar Rp 1 juta per hari untuk kontainer berukuran 40 feet.
 
Seharusnya, kata Adhi, kebijakan pembatasan impor hortikultura ini dibarengi dengan penguatan di sektor hulu. Sejauh ini, pasokan produk hortikultura lokal belum bisa mencapai skala industri sehingga sulit memenuhi kebutuhan industri makanan.

Persoalan lainnya, ada produk hortikultura yang tidak bisa ditanam di Indonesia, padahal penting bagi industri makanan. Seperti produk jeruk florida.

Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian Faiz Ahmad mengakui, selain produk hortikultura, industri makanan juga sulit mendapat pasokan bahan baku daging lokal yang pas untuk kebutuhan industri makanan yang butuh jenis daging sapi yang lebih spesifik.

Apalagi harga daging lokal lebih mehal ketimbang daging impor. Bila harga daging lokal bisa mencapai Rp 100.000 per kg, harga daging impor bisa sekitar Rp 53.000 per kg. "Tak heran bila industri makanan lebih memilih daging impor yang sesuai kebutuhan dan harga lebih murah ketimbang daging lokal," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×