kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pelaku industri tekstil menilai, banyak aturan yang hambat serapan tekstil lokal


Rabu, 19 Februari 2020 / 21:26 WIB
Pelaku industri tekstil menilai, banyak aturan yang hambat serapan tekstil lokal
Ketua Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (BPN API), Jemmy Kartiwa S. (kiri) dan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI), Ravi Shankar (kanan), saat berkunjung ke Redaksi KONTAN, Jakarta (20/2). API dan


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketergantungan Indonesia terhadap tekstil impor akan sangat berbahaya. Kondisi ini dapat dirasakan kala musibah virus korona yang menghambat bahan baku asal China masuk ke Indonesia.

"Dengan musibah virus Korona ini sangat terasa bahwa ketergantungan barang impor sangat besar," ujar Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, Ketua Badan Pengurus Nasional (BPN) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) saat berkunjung ke Kantor Kontan.co.id, Rabu (19/2).

Hampir 80% bahan baku pakaian Indonesia diisi oleh kain impor China. Dengan situasi wabah virus tersebut, dipastikan produsen garmen berpotensi terpukul karena suplai bahan baku tersendat.

Baca Juga: Kemenperin dorong percepatan pembangunan kawasan industri

Regulasi yang tak mendukung menjadi penyebab banjirnya produk kain impor. Hal ini menjadi fokus Jemmy sehingga pihaknya tengah mengkaji dan berencana mengusulkan kepada pemerintah peraturan apa saja yang layak direvisi.

Selain itu API punya pekerjaan rumah untuk mendapatkan data impor barang tekstil yang selama ini kurang terurus. Oleh karena itu, Jemmy bilang asosiasi akan mengedukasi anggotanya yang berjumlah 633 perusahaan agar lebih transparan.

Beberapa regulasi yang dinilai industri tekstil bermasalah antara lain, Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 16/2019 tentang baku mutu limbah.

Baca Juga: Utilisasi Hampir Mentok, Target Pertumbuhan Pendapatan Sritex (SRIL) Tertahan

Rizal Rakhman, Sekretaris Jenderal (Sekjen) BPN API menjabarkan standar mutu limbah tersebut diskriminatif dengan mematok tinggi pada industri tekstil, namun tidak untuk industri berlimbah besar lainnya.

Peraturan lainnya Permendag Nomor 18/2019 yang mengatur standar keamanan dan kesehatan barang. Di mana standar kain yang dipakai cuma satu, yakni kain untuk bayi. "Padahal di pasar Internasional setidaknya ada empat standar jenis kain yang diterapkan," sebut Rizal.

Selain itu, Permendag Nomor 77/2019 dinilai membuka keran impor dengan keberadaan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang tidak maksimal. Serta antara Angka Pengenal Importir Pedagang dan Umum yang belum diawasi secara ketat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×