kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku Industri TPT Lebih Khawatirkan Ancaman Produk Impor Ketimbang Pelemahan Rupiah


Selasa, 26 Juli 2022 / 05:55 WIB
Pelaku Industri TPT Lebih Khawatirkan Ancaman Produk Impor Ketimbang Pelemahan Rupiah


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak terlalu menyita perhatian Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). 

Ketua API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengaku lebih mengkhawatirkan pelemahan daya beli masyarakat Indonesia serta ancaman masuknya produk-produk impor seturut inflasi di Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa.

“Yang kami khawatirkan adalah pelemahan daya beli masyarakat Indonesia dan derasnya produk impor yang menyerang pasar Indonesia. Daya beli masyarakat Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara lain,” ujar Jemmy saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (25/7).

Baca Juga: Kemenperin Jadikan Industri Tekstil Salah Satu Prioritas Pengembangan Indonesia 4.0

Jemmy mengakui, pembelian untuk beberapa bahan baku TPT seperti paraxylene (PX), purified terephtalic acid (PTA), sampai serat polyester, dan lain-lain menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat, meski beberapa produk seperti serat polyester dan viscose sudah diproduksi di dalam negeri. 

Alhasil, biaya untuk bahan-bahan baku ini juga turut dipengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Makanya, menurut Jemmy, stabilitas nilai tukar rupiah juga menjadi penting bagi pelaku usaha. Hanya saja, pelemahan rupiah tersebut, menurut Jemmy, terimbangi oleh penurunan harga minyak mentah, sehingga efek pelemahan rupiah tidak terlalu terasa pada industri TPT. 
Asal tahu, beberapa bahan baku TPT memang merupakan produk turunan dari minyak mentah. Dus, harganya juga turut dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak mentah.

Di sisi lain, inflasi yang melanda Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa menjadi ancaman tersendiri bagi pelaku industri TPT. 

Menurut Jemmy, di tengah kondisi tersebut, negara-negara eksportir TPT seperti China, Bangladesh, dan Vietnam berpotensi menjual produk-produknya ke negara-negara dengan hambatan non tarif yang lemah. Indonesia juga tidak luput dari ancaman tersebut.

Maka dari itu, Jemmy berharap pemerintah bisa mengambil langkah untuk membatasi arus impor TPT ke Indonesia. 

“Salah satunya dengan perpanjangan safeguard,” ujar Jemmy.

Senada dengan API, asosiasi industri tekstil di rantai hulu, yakni Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) juga menilai bahwa penguasaan pasar domestik TPT menjadi hal yang penting di tengah tekanan ekonomi global dan inflasi yang melanda AS dan negara-negara Uni Eropa.

Baca Juga: APSyFI: Gempuran Produk Impor Ancam Performa Industri Tekstil di Kuartal II-2022

“Di tengah tekanan ekonomi global dan inflasi di AS dan EU (European Union/Uni Eropa), market ekspor akan penuh tantangan dan hambatan, maka pasar domestik sangat diperlukan agar sektor ini bisa tetap beroperasi,” ujar Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta.

Menurut Redma, kebijakan pemerintah seputar importasi sudah on track. Hanya saja, ia mengeluhkan importasi ilegal yang menurutnya kembali marak.

“Borongan, under invoice, dan pelarian HS (harmonized code) mulai marak lagi,” tutur Redma.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×