Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) keberatan jika dikenai pajak penghasilan. Pelaku UKM rata-rata memiliki modal yang terbatas sedangkan persentase keuntungannya kecil.
Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM), Euis Saedah mengatakan belum lama ini ada rapat beberapa kementerian di kantor KUKM terkait rencana pemberlakuan pajak bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Kesimpulannya UKM masih berat untuk dikenai pajak," kata Euis.
Menurut Euis disparitas antar UKM sangat tinggi baik dari jenis usaha maupun persentase keuntungannya. Sebagai gambaran saja, UKM dagang seperti teh botol atau air minum kemasan bisa mendapat keuntungan di atas 100%. Tapi untuk industri kecil lain keuntungannya hanya sekitar 20% hingga 30% dengan nilai yang juga kecil. Maka, Euis mengatakan kadangkala pelaku UKM sering kali tidak bisa mencukupi kehidupan yang layak dan juga biaya sekolah anak.
Apalagi, menurut Euis, saat ini dengan penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat, UKM akan terkena dampaknya. Maklum, sebagian UKM masih mengandalkan bahan baku dari impor di antaranya kedelai untuk UKM makanan dan minuman, dan komponen sepatu untuk industri alas kaki.
Euis mengatakan hingga kini belum ada keputusan mengenai pemberlakuan pajak UKM. Kementerian Perindustrian sendiri menurutnya harus melakukan pendekatan dulu dengan pelaku usaha. Jika akan dikenai pajak, maka harus jelas kategorisasi UKM dan persentase pajak yang harus dibayarkan. Pemberlakuan pajak menurutnya bisa juga bermanfaat karena selain bisa membuat UKM lebih tertib administrasi, juga akan memberikan nilai tambah pada saat UKM mengajukan kredit ke bank.
Kementerian perindustrian mencatat jumlah industri kecil dan menengah (IKM) di seluruh Indonesia sekitar 3,8 juta unit. Namun sebaran IKM belum merata di semua daerah. Saat ini, keberadaan IKM masih terpusat di pulau Jawa sekitar 75%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News