Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha batubara buka suara soal kebijakan pemerintah yang mematok harga jual batubara US$ 90 per ton untuk industri semen dan pupuk dalam skema Domestic Market Obligation (DMO).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, pihaknya siap mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kendati demikian, kebijakan pemerintah ini sedikit disayangkan oleh pelaku usaha. Asosiasi menilai kurang diberi ruang untuk memberikan masukan dan pandangan dalam penetapan kebijakan.
"Kami pertama kali diundang rapat tanggal 21 Oktober dan baru menyadari kalau peraturan tersebut ditandatangani pada 22 Oktober. Sehingga praktis usulan resmi yang kami sampaikan agar rencana peraturan dikaji lebih dahulu tidak diakomodir," ungkap Hendra kepada Kontan.co.id, Kamis (4/11).
Dengan sejumlah pertimbangan, APBI berharap pemerintah mengkaji kembali kebijakan patokan harga untuk industri semen dan pupuk.
Baca Juga: Pemerintah tetapkan harga batubara untuk semen dan pupuk US$ 90 per ton
Adapun, APBI menilai pemberian subsidi berupa harga jual khusus pada industri tertentu berpotensi mengurangi penerimaan negara.
Selain itu, kelompok penerima dianggap kurang tepat karena sebagian besar industri semen dan pupuk merupakan perusahaan swasta. Selain itu, APBI menilai ada perbedaan esensi antara harga patokan batubara untuk kelistrikan dan harga patokan untuk semen dan pupuk.
"Industri semen dan pupuk yang mendapatkan subsidi harga tersebut sebagian besar produk yang dihasilkan itu untuk tujuan ekspor," tegas Hendra.
Dia melanjutkan, pelaksanaan penerapan harga jual untuk dua kelompok industri ini pun masih membutuhkan kejelasan lebih jauh.
Sekedar informasi, dalam kebijakan DMO, perusahaan batubara diwajibkan memasok 25% hasil produksi untuk kebutuhan dalam negeri. Adapun, dari jumlah yang dipasok untuk dalam negeri, sebanyak 80% nya untuk memenuhi kebutuhan sektor ketenagalistrikan sementara sisanya terbesar untuk industri semen, diikuti industri pulp paper, smelter, pupuk, tekstil dan industri lainnya.
Sementara itu, Direktur PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan, masalah ketersediaan pasokan yang sempat terjadi murni dipengaruhi oleh produksi yang terkendala akibat curah hujan yang tinggi. Selain itu, kondisi krisis global juga mempengaruhi supply dan demand serta berdampak pada kekurangan bahan baku.
Hal ini kemudian berimbas pada kenaikan harga batubara di pasar global.
Dileep menilai untuk mengatasi kondisi ini sejatinya tak hanya berpaku pada subsidi harga batubara. Perlu ada upaya dari pelaku usaha industri semen dan pupuk.
"Ini hanya satu bagian, tetapi lebih kepada peningkatan efisiensi operasi internal secara keseluruhan dan optimalisasi biaya," kata Dileep kepada Kontan.co.id, Kamis (4/11).
Baca Juga: IMA: Kebutuhan batubara di dalam negeri diyakini masih akan tinggi
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) memastikan pihaknya siap mematuhi aturan yang berlaku. Untuk itu, ADRO siap untuk memenuhi kontrak dengan para pelanggan.
"Mematuhi peraturan ketentuan DMO serta memenuhi kebutuhan dan pasokan batubara untuk dalam negeri merupakan prioritas kami," kata Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira kepada Kontan.co.id, Kamis (4/11).
Febriati melanjutkan, pihaknya berharap kehadiran regulasi di industri batubara dapat tetap membuat perusahaan berkontribusi mendukung ketahanan energi nasional sekaligus kontribusi lainnya berupa royalti, pajak, tenaga kerja, CSR dan lain-lain. Apalagi, sektor batubara diyakini masih menjadi sektor yang diunggulkan untuk menyumbang devisa dan menyokong perekonomian negara.
"Kami akan tetap fokus terhadap upaya peningkatan keunggulan operasional bisnis inti, meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasi, menjaga kas dan mempertahankan posisi keuangan yang solid," ujar Febriati.
Selanjutnya: Harga CPO melonjak, pendapatan FAP Agri (FAPA) melesat 16% pada kuartal III 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News