Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan snus, dikembangkan dengan mengedepankan prinsip pengurangan risiko.
Terkait dengan hal tersebut, Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita berharap, pemerintah dapat mengkaji fakta dan hasil penelitian ilmiah, sebelum nantinya dapat merumuskan regulasi yang sesuai dengan karakteristik dan profil risiko dari produk ini.
Setelah fakta dikaji dan dijadikan landasan regulasi, kehadiran aturan ini dipercaya akan menciptakan dampak positif bagi pemerintah dalam aspek kesehatan dan ekonomi.
Garindra melanjutkan, aturan tersebut akan semakin memberikan keyakinan kepada perokok dewasa bahwa produk HPTL memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok, sehingga dapat dijadikan alternatif untuk beralih dari rokok.
“Apabila didukung secara penuh, tentunya dapat menurunkan prevalensi perokok. Hal ini tentunya dapat menekan biaya kesehatan yang cukup tinggi,” ujar Garindra dalam keterangannya, Kamis (12/8).
Baca Juga: Setoran Cukai Rokok Elektrik Semester I-2021 Turun 28%
Adapun dari aspek ekonomi, menurut Garindra keberadaan regulasi akan semakin memperkuat industri HPTL. Mayoritas pelaku usaha di industri ini tergolong dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebelum adanya pandemi, industri HPTL turut berkontribusi dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Berdasarkan data APVI per 2020, industri HPTL telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 50 ribu orang. Angka ini belum termasuk tenaga kerja yang ada di toko retailer rokok elektrik, yang jumlahnya mencapai 3.500 toko di seluruh Indonesia.
Toko retailer tersebut mayoritas terpusat di Jawa dengan jumlah 2.300 toko, sementara sisanya berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Meskipun demikian, industri HPTL masih sangat baru dan butuh dukungan pemerintah untuk terus berkembang.