Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
Fajar menilai hal ini berpotensi memberikan peluang pasar tersendiri bagi pelaku usaha dalam negeri untuk merengkuh ceruk pasar yang sebelumnya dikuasai oleh barang-barang jadi impor dari China.
Terlebih, ceruk pasar yang bisa diisi tidaklah sedikit. Untuk produk barang jadi plastik saja misalnya, Fajar mencatat terdapat sekitar satu juta ton barang jadi plastik yang terdiri atas 115 HS (harmonized system) Number yang nilainya bisa mencapai US$ 2 miliar per tahunnya.
Baca Juga: Bagaimana nasib BPH Migas bila omnibus law menghapus keberadaan SKK Migas?
“Kita bisa mengisi pasar yang ditinggalkan China, karena akan butuh waktu agak lama bagi China untuk bisa recovery, paling tidak arus barang jadi dari China akan terus turun dua tiga bulan ini,” jelas Fajar ketika dihubungi oleh Kontan.co.id, Minggu (16/2).
Dalam hal ini, pemberlakuan kebijakan penurunan harga gas industri dinilai bisa mengakselerasi upaya pelaku industri dalam negeri untuk meraih peluang. Alasannya, harga gas industri yang lebih murah akan mengurangi beban biaya yang ada sehingga berdampak pada peningkatan daya saing.
“Bagi kami (Inaplas), gas itu posisinya nomor tiga dalam sturktur biaya setelah bahan baku dan listrik,” kata Fajar kepada Kontan.co.id.
Asal tahu saja, sebelumnya, harga gas industri di Indonesia memang terbilang tinggi. Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane berujar pihaknya perlu merogoh sekitar US$ 9 untuk setiap mmbtu gas yang dibeli.
Baca Juga: BPH Migas tak keberatan Perusahaan Gas Negara (PGAS) Diberi Tugas Pengelolaan WJD/WNT
Padahal, harga gas yang berlaku di negara-negara lain relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan Indonesia. Dalam catatan Aziz, harga gas industri di beberapa negara tetangga seperti misalnya Thailand dan Vietnam hanya berkisar US$ 3 per mmbtu.
“Kalau kita mau menaikkan daya saing, kalau kita mau meningkatkan ekspor, satu siapkan bahan baku, dua siapkan energi, gas itu kan energi,” ujar Aziz kepada Kontan.co.id.
Berdasarkan keterangan Aziz, gas memiliki porsi sekitar 4% dalam struktur biaya industri karet dan ban. Meski demikian, hal ini bukan berarti bahwa persoalan harga gas bisa disepelekan begitu saja.
“Dalam kondisi global economic slow down, seperti sekarang ini, kalau memang gas itu terus tidak ada penyelesaian kita bisa merumahkan orang loh, cost-nya tinggi,” tambah Aziz.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News