kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku usaha menanti realisasi penurunan harga gas industri


Minggu, 16 Februari 2020 / 23:23 WIB
Pelaku usaha menanti realisasi penurunan harga gas industri
ILUSTRASI. Petugas menyiapkan Meter Regulator Station (MRS) untuk penyaluran gas di stasiun induk PT Java Energy Semesta di Gresik, Jawa Timur, Selasa (16/10/2018). PT Gagas Energi Indonesia, anak perusahaan PT PGN, Tbk menjalin kerja sama dengan PT Java Energy Seme


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha tengah menanti realisasi penurunan harga gas industri. Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah menjanjikan akan menurunkan harga gas industri ke level maksimal US$ 6 per mmbtu sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani menilai wacana kebijakan penurunan harga gas industri berpotensi memberikan dampak yang positif bagi pelaku usaha.

Meski begitu, ia berharap pemerintah tidak hanya fokus pada  penekanan aspek harga semata. Menurutnya, kebijakan penurunan harga juga mesti dibarengi upaya perbaikan iklim usaha di sektor energi nasional.

Baca Juga: Industri harapkan implementasi janji diskon harga energi dan perumusan omnibus law,

Hal ini dinilai penting untuk dilakukan mengingat permasalahan inti dari persoalan energi nasional terletak pada efisiensi distribusi dan diversifikasi pasokan energi.

“Pada masa mendatang, harga energi akan kembali tinggi bila masalah sistemik pada iklim usaha, penciptaan produktivitas, efisiensi, serta persaingan usaha di sektor energi nasional tidak dibenahi,” jelas Shinta ketika dihubungi oleh Kontan.co.id, Jumat (14/2).

Senada, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan bahwa jaminan ketersediaan pasokan gas merupakan aspek yang penting dalam mendukung kegiatan industri.

Menurut Fajar, cadangan gas di sumur-sumur yang ada di Gresik, Jawa Timur sudah mulai menipis. Proyeksinya, cadangan gas yang berada di sumur tersebut hanya bisa menunjang kegiatan industri hingga dua tahun ke depan sehingga pasokan gas dari luar Pulau Jawa juga menjadi penting. Terlebih, sekitar 70% pengguna gas dari kalangan pelaku industri terletak di Pulau Jawa.

Baca Juga: Pemerintah targetkan digitalisasi nozzle di SPBU tuntas Juni 2020

Perihal rencana penurunan harga gas, Fajar berharap implementasi kebijakan tersebut tidak akan molor melewati target yang telah dijanjikan. Menurutnya, pemerintah dan pelaku industri perlu mengambil peluang pasar yang muncul seiring dengan melambatnya aktivitas industri di China.

Menurut catatan Fajar, utilisasi kapasitas produksi nasional China turun hingga sebesar 70% seiring dengan adanya virus corona yang mewabah di negara tirai bambu tersebut.

Fajar menilai hal ini berpotensi memberikan peluang pasar tersendiri bagi pelaku usaha dalam negeri untuk merengkuh ceruk pasar yang sebelumnya dikuasai oleh barang-barang jadi impor dari China.

Terlebih, ceruk pasar yang bisa diisi tidaklah sedikit. Untuk produk barang jadi plastik saja misalnya, Fajar mencatat terdapat sekitar satu juta ton barang jadi plastik yang terdiri atas 115 HS (harmonized system) Number yang nilainya bisa mencapai US$ 2 miliar per tahunnya.

Baca Juga: Bagaimana nasib BPH Migas bila omnibus law menghapus keberadaan SKK Migas?

“Kita bisa mengisi pasar yang ditinggalkan China, karena akan butuh waktu agak lama bagi China untuk bisa recovery, paling tidak arus barang jadi dari China akan terus turun dua tiga bulan ini,” jelas Fajar ketika dihubungi oleh Kontan.co.id, Minggu (16/2).

Dalam hal ini, pemberlakuan kebijakan penurunan harga gas industri dinilai bisa mengakselerasi  upaya pelaku industri dalam negeri untuk meraih peluang. Alasannya, harga gas industri yang lebih murah akan mengurangi beban biaya yang ada sehingga berdampak pada peningkatan daya saing.

“Bagi kami (Inaplas), gas itu posisinya nomor tiga dalam sturktur biaya setelah bahan baku dan listrik,” kata Fajar kepada Kontan.co.id.

Asal tahu saja, sebelumnya, harga gas industri di Indonesia memang terbilang tinggi. Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane berujar pihaknya perlu merogoh sekitar US$ 9 untuk setiap mmbtu gas yang dibeli.

Baca Juga: BPH Migas tak keberatan Perusahaan Gas Negara (PGAS) Diberi Tugas Pengelolaan WJD/WNT

Padahal, harga gas yang berlaku di negara-negara lain relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan Indonesia. Dalam catatan Aziz, harga gas industri di beberapa negara tetangga seperti misalnya Thailand dan Vietnam hanya berkisar US$ 3 per mmbtu.

“Kalau kita mau menaikkan daya saing, kalau kita mau meningkatkan ekspor, satu siapkan bahan baku, dua siapkan energi, gas itu kan energi,” ujar Aziz kepada Kontan.co.id.

Berdasarkan keterangan Aziz, gas memiliki porsi sekitar 4% dalam struktur biaya industri karet dan ban. Meski demikian, hal ini bukan berarti bahwa persoalan harga gas bisa disepelekan begitu saja.

“Dalam kondisi global economic slow down,  seperti sekarang ini, kalau memang gas itu terus tidak ada penyelesaian kita bisa merumahkan orang loh, cost-nya tinggi,” tambah Aziz.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×