Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Namun saat ini rata-rata sudah mencapai Rp. 2.200 sampai dengan Rp. 2.500 per kg. Dengan itu maka harga TBS akan terjaga sehingga jika dikatakan tidak merata atau tidak adil, itu tidak ada dasarnya, ujar Gulat.
Bagi gulat, pungutan ekspor sebaiknya jangan dilihat dari seberapa besar bagian untuk petani ataupun korporasi. Akan tetapi, harus dilihat dari pungutan ekspor tersebut telah berhasil menjaga harga CFO dunia. Karena, dengan pungutan ekspor maka perusahaan-perusahaan yang menghasilkan CFO harus berpikir keras bagaimana meningkatkan hilirisasi di dalam negeri. sehingga ekspornya tidak hanya CFO, tetapi sudah dalam bentuk turunan.
Baca Juga: Pemerintah didesak melibatkan petani dalam memasok bahan baku industri biodiesel
“Pungutan ekspor untuk CFO kan mahal sekali, sedangkan hilirisasi lebih murah. Jadi orang berpikir bagaimana menghilirisasikan produk CFO tadi dalam bentuk turunan, jadi tidak mentahnya saja yang di ekspor,” sambung Gulat.
Akibatnya perusahaan akan mengurangi kuota ekspor CFO dari Indonesia, sehingga ketersediaan CFO dunia akan berkurang. jika saat ini hampir 9,2 juta ton biosolar yang dibutuhkan CFO. Artinya serapan dalam negeri meningkat drastis.
Selain itu, untuk subsidi biodisel dan untuk peremajaan kebun petani Gulat menyampaikan ada Sekitar 6 Triliun uang yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terserap di PSR.
Selanjutnya: Harga CPO melemah untuk hari kelima secara berturut-turut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News