Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pemerintah belum ambil langkah tegas terkait wacana Pemerintah AS membatasi produk ekspor Indonesia ke negaranya. Seperti adanya wacana delisting rumput laut dari daftar bahan pangan organik dan juga skema Seafood Import Monitoring Program (SIMP).
"Selama tindakan nyata belum diambil, sulit untuk protes," kata Iman Pambagyo Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional kepada KONTAN, Rabu (10/8).
Iman mengaku selama ini, Pemerintah telah bekerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk mengikuti perkembangan wacana delisting rumput laut tersebut.
Sampai saat ini, Pemerintah masih terus mempelajari seluru wacana yang sedang disusun oleh pihak luar negeri dan mempertimbangkan dampaknya pada produk ekspor, bersifat diskriminatif atau tidak. Bila tidak berubah, kedua rencana tersebut bakal diputuskan oleh AS pada akhir tahun 2016. Kedua wacana ini muncul karena banyaknya isu kesehatan yang muncul.
Seperti wacana delisting rumput laut muncul setelah adanya petisi Joanne K. Tobacman, M.D. (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008 kepada US Food and Drug Administration (FDA). Isinya melarang penggunaan carrageenan sebagai bahan tambahan makanan yang terbuat dari rumput laut.
Berdasarkan penelitian Tobacman, ditengarai carrageenan dapat menyebabkan peradangan/inflamation yang memicu kanker. Namun, petisitersebut ditolak US FDA pada Juni 2008. Kemudian, petisi Tobacman ini diikuti publikasi LSM Cornucopia Institute dari AS pada Maret 2013. LSM ini mendorong publik meminta US National Organic Standards Board (NOSB) agar mengeluarkan carrageenan dari daftar bahan pangan organik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News