Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengusulkan pelarangan ekspor gas untuk mendukung ketahanan energi dalam negeri dalam rangka mendukung program hilirisasi di Indonesia.
Sejatinya, rencana moratorium ekspor gas ini sudah tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Di dalam lampiran dokumen RUEN tertulis, untuk mencapai sasaran pengembangan energi gas bumi, salah satu kegiatan yang dilakukan ialah mengurangi porsi ekspor gas bumi menjadi kurang dari 20% di 2025 dan menghentikan ekspor gas bumi paling lambat pada 2036. Aturan ini dijalankan dengan menjamin produksi gas dalam negeri untuk industri yang terintegrasi hulu-hilir, transportasi, dan sektor lainnya.
Pendiri Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto menilai, rencana moratorium ekspor gas ini tidak akan berdampak bagi proyek-proyek gas yang sudah on stream maupun yang akan berproduksi ke depannya, misalnya Proyek LNG Tangguh.
Baca Juga: LNG Blok Masela Laku Keras, Permintaan Masuk Capai 20 Juta Ton Per Tahun
Asal tahu saja, di tahun ini proyek Tangguh Train 3 akan beroperasi dan menggenapkan produksi gas Proyek LNG Tangguh yang disebut-sebut sebagai lapangan dengan penghasil gas terbesar di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, proyek produksi dan penjualan LNG Tangguh telah direalisasikan dalam bentuk joint ventures (JV) antara British Petroleum (BP) sebagai operator, pemerintah Indonesia, kontraktor, dan khususnya masyarakat lokal Papua Barat.
Proyek ini menghasilkan LNG dari ladang gas Wiriagar, Berau, dan Muturi, di Teluk Bintuni, Papua Barat dengan luas 5.966,9 km2.
Produksi gas bumi rata-rata Lapangan Tangguh di 2021 sebesar 1.312 MMSCFD, dan status per 14 Juni 2022 sebesar 1.162 MMSCFD. Proyek LNG Tangguh menghasilkan 7,6 juta ton LNG setiap tahunnya melalui Train 1 dan 2. Adapun proyek Train 3 nantinya akan menghasilkan 3,8 juta ton LNG per tahun.
Nantinya hasil produksi Train 3 akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan gas domestik termasuk untuk pembangkit listrik PT PLN.
Pri Agung yakin bahwa hasil produksi dari proyek lapangan gas yang ada akan disesuaikan oleh pemerintah supaya dapat tetap berjalan.
Pemerintah Rencana Larang Ekspor Gas, Begini Dampaknya ke Proyek-Proyek Gas Ke Depan
“Maksud dan tujuan arah kebijakan (pelarangan ekspor gas) pada dasarnya positif, karena ke depan konsumsi gas domesik memang akan terus meningkat. Gas menjadi komponen dan jembatan utama transisi energi Indonesia,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (11/7).
Dia memproyeksikan, dalam pelaksanaannya nanti, kebijakan ini pasti tetap akan diselaraskan dengan prinsip-prinsip keekonomian. Baik itu keekonomian pengembangan lapangan gas maupun harga gas untuk pasar domestik dan ekspor.
“Jadi, pasti nanti akan tetap diseimbangkan dari berbagai kepentingan dan perspektif,” jelasnya.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Setop Ekspor Gas, Ini Penjelasan Luhut
Berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian ESDM dalam Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia (HEESI) tahun 2022, Indonesia terus mengurangi porsi ekspor LNG dari tahun ke tahun.
Pada 2012 realisasi ekspor LNG sebesar 949 miliar kaki kubik persegi (billion square cubic feet/BSCF), kemudian terus menurun hingga 2022 hanya sebesar 444 BSCF.
Penurunan ekspor LNG ini diikuti dengan kenaikan penyerapan LNG di dalam negeri di mana pada 2012 Indonesia baru bisa menerap 37,091 juta kaki kubik persegi (million standard cubic feet per day/MMSCF) dan saat ini sudah naik hingga menjadi 178,678 MMSCF.
Namun komposisi penjualan ekspor LNG di tahun lalu dibandingkan produksinya memang masih lebih besar dibandingkan penjualan ke lokal.
Berdasarkan perhitungan Kontan, jika dibandingkan dengan produksi LNG 2022 sebesar 789 BSCF, komposisi penjualan ke luar negeri masih 56% dari total produksi dan 43% untuk domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News