Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah tengah membahas usulan untuk membuat skema kontrak bagi hasil alias production sharing contract (PSC) baru di bisnis migas. Saat ini, pemerintah tengah membandingkan PSC negara-negara lain seperti Malaysia, Aljazair, Amerika Selatan, hingga Peru untuk bisa mendapatkan kontrak bagi hasil yang terbaik.
"PSC kan idenya dari kita, cuma mereka ambil, diadopsi, dan dimodifikasi oleh mereka. Kami juga mau lihat modifikasinya mereka seperti apa, efek positifnya apa,"ungkap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, Kamis (20/10).
Namun, Wiratmaja bilang, saat ini pembahasan mengenai PSC memang belum selesai. Akan tetapi pemerintah telah memiliki ancang-ancang untuk memasukan skema PSC yang baru dalam implementasi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 79 tahun 2001 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Perpajakan Bagi Industri Hulu Migas.
"Sedang kami bahas dan nanti dalam implementasi PP 79 kan sudah dibuat fleksibel di situ, ada sliding scale semua sedang dipertimbangkan," kata Wiratmaja.
Seluruh masukan-masukan dari pembandingan kontrak bagi hasil di negara-negara lain juga nantinya akan difinalkan dan diusulkan untuk dibahas dalam pembuatan rancangan UU Migas yang baru. "Usulan-usulan kan semua sedang dibahas. PP 79 kan sudah di Menko (Perekonomian), nanti implemetasinya bagaimana itu tentunya nanti ujungnya diusulkan di undang-undang migas yang baru, kami ingin usulkan ada yang baru," imbuh Wiratmaja.
Salah satu usulan PSC yang baru adalah kontrak bagi hasil tanpa adanya cost recovery atau pengembalian biaya operasi yang telah digunakan di negara lain. Namun skema kontrak bagi hasil yang disebut gross split ini masih dipertimbangkan oleh pemerintah.
"Ada yang gunakan itu juga, mereka gunakan gross split, (cost recovery) dibayar di muka, cuma kami lagi bahas semua mana positif negatifnya. Semua aspek dibahas,"kata Wiratmaja.
Sebelumnya pada Kamis (13/7) pekan lalu, Menteri Kordinator bidang Kemaritiman yang saat itu masih menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt) Menteri ESDM, Luhut Binsar Pandjaitan telah membahas perbandingan model-model kontrak bagi hasil dari negara lain. Saat itu, Luhut menyatakan pemerintah belum akan mengubah model PSC, namun hanya sekedar membandingkan model PSC Indonesia dengan negara lain.
Luhut menyebut tujuan perbandingan dan pembahasan terkait PSC tersebut dilakukan untuk mencari model PSC yang paling murah dan efisien. "Cari yang paling murah saja. Mana yang paling efisien saya cari. Kami ubah kalau memang bisa diubah. kenapa kita mesti berpegang itu saja?"ungkap Luhut pada pekan lalu.
Sekedar informasi, konsep PSC yang diterapkan pemerintah dalam menentukan bagi hasil produksi migas telah diterapkan cukup lama. Tercatat konsep PSC pertama kali dilakukan pada 1960-an.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News