Reporter: Azis Husaini, Febrina Ratna Iskana | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah akhirnya menyelesaikan draf final revisi Peraturan Pemerintah No.79/2010 tentang tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu. Dalam aturan itu pemerintah menjanjikan sejumlah insentif perpajakan bagi kontraktor migas.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar yakin, jika revisi PP 79/2010 terbit, investasi hulu migas akan lebih banyak. Ujungnya, kegiatan eksplorasi meningkat dan masalah perpajakan bisa selesai.
Menurut Arcandra, ia juga merevisi secepat mungkin apa yang menjadi ekspektasi Indonesia Petroleum Association (IPA). "Tidak hanya soal pajak, tapi lebih daripada masalah pajak. Kami coba mendengar apa yang membuat bisnis migas lebih baik," ungkap dia pekan lalu, dalam acara The 41 Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition di JCC.
KONTAN berhasil mendapatkan draf final revisi PP No.79/2010. Isinya tidak menyebutkan secara eksplisit soal prinsip assume and discharge. Namun, Pasal 26A, Pasal 26B, Pasal 26C dan Pasal 26D, yang merupakan pasal fasilitas perpajakan, menyebutkan beberapa ketentuan pajak dibebaskan, meski menunggu aturan Menteri Keuangan (lihat tabel).
Menanggapi agenda revisi itu, IPA tetap meminta berlakunya prinsip assume and discharge dalam revisi PP 79. "Kontrak sebelum tahun 2010 tetap dihormati," Kata Marjolijn Wajong Direktur Eksekutif IPA kepada KONTAN, Minggu (21/5).
Sammy Hamzah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyataka,n pentingnya assume and discharge dalam revisi aturan. "Saya tidak tahu detailnya, tapi yang penting adanya atau diberlakukannya unsur assume and discharge," jelas Sammy ke KONTAN, Minggu (21/5).
Namun demikian, meski belum membaca draf, saat KONTAN memberitahu beberapa poin, Sammy berkomentar, secara garis besar poin-poin dalam draf tersebut cukup positif. "Secara garis besar apa yang dijabarkan cukup positif. Tapi kami baru benar-benar bisa menanggapi lebih detail setelah PP-nya kami terima," ujar Sammy.
Sementara, Adiatma Sardjito Vice President Corporate Communication PT Pertamina, mengaku belum membaca soal draf final PP 79/2010 itu. "Saya perlu masukan dulu dari kawan-kawan eksplorasi dan rekan hukum (untuk tanggapi soal draft itu)," ungkap dia.
Seperti diketahui, PP No.79/2010 membawa petaka ke industri hulu migas selama 7 tahun ini, maka, sejak PP No 79/2010 itu terbit, IPA getol memprotes soal aturan tersebut. Apalagi saat ini industri migas sedang lesu karena harga minyak belum juga naik.
Belum tentu tumbuh
Fahmi Radhi, Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada, menyatakan, masalah perpajakan selama ini memang menjadi salah satu hambatan bagi investor migas. "Revisi PP 79/2010 tidak menjamin akan mengangkat investasi migas di Indonesia," ungkap dia, kemarin.
Ada beberapa variabel yang menyebabkan penurunan investasi migas. "Salah satunya adalah perubahan rezim contract dari production sharing contract (PSC) menjadi gross split," ujar Fahmi.
Menurut dia, kontraktor migas yang sudah beroperasi dan selama ini merasa nyaman dengan skema production sharing contract bisnis migas cenderung menunggu bersikap menunggu (wait and see). "Sehingga (gross split) ini yang berpotensi menurunkan investasi migas," kata dia. Fahmi menyarankan agar PSC cost recovery masih bisa dipakai oleh kontraktor sampai 5 tahun ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News