Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Terkait dengan dampak turunan yang dihasilkan, Vivien menegaskan bahwa standar teknologi yang dipakai PSEL sudah disesuaikan dengan standar emisi nasional yang ditetapkan KLHK secara serius. Apalagi menurutnya, teknologi yang dipergunakan sudah baku diterapkan di negara-negara maju seperti Eropa dan Singapura, dan teruji untuk mendukung pengolahan sampah sesuai dengan misi PSEL itu sendiri yakni mengolah sampah.
"Fokus PSEL berada pada pengolahan Sampah, dan hasil turunannya adalah energi listrik. Sistem yang dipakai PSEL bukan pembakaran terbuka (tak terkendali) seperti yang dibayangkan pada proses insenerasi konvensional, namun ada standar emisi yang tegas diterapkan sesuai regulasi yang berlaku", tegas Vivien dalam wawacara di salah satu TV Swasta.
Saat ini progres pembangunan PSEL di 12 Kota juga dipantau oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). KPPIP berdiri sejak 2015 dengan mandat percepatan pelaksanaan proyek Infrastruktur di Indonesia dan menjadi Center of Excellence untuk percepatan program infrastruktur.
KPPIP juga menyampaikan bahwa isu umum yang dihadapi PSEL ini adalah tipping fee (Biaya Layanan Pengolahan Sampah) yang timbul akibat besarnya volume sampah yang akan diolah di PSEL.
Selain itu, KPPIP juga mencatat kualitas sampah di Indonesia masih sangat rendah dimana tidak ada proses pemilahan di sumber dan pengumpulannya sebelum masuk ke PSEL. Hal ini tentunya menurunkan efektivitas pengelolaan sampah pada sistem PSEL
Pada hakikatnya, pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, dengan mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota tanpa meninggalkan beban permasalahan di generasi selanjutnya.
Hasil-hasil olahannya seperti listrik, kompos, dan selanjutnya, mengurangi beban total biaya pengolahan sampah, namun belum mampu menutup seluruhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News