Reporter: Mona Tobing | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Tingginya impor pangan saat ini terjadi karena rendahnya produktivitas petani nasional. Impor dianggap menjadi solusi ampuh jangka pendek demi memenuhi kebutuhan nasional.
Untuk mendongkrak produktivitas dan menekan impor, khususnya untuk jagung bisa dilakukan dengan pemakaian benih bioteknologi. Hanya saja sampai saat ini pemerintah belum mengizinkan benih ini dijual di pasar Indonesia. Alasannya, pemerintah harus memastikan keamanan hayati pada benih tersebut.
Benih bioteknologi diyakini akan memberikan nilai lebih dengan menjaga potensi hasil tanaman walau terjadi iklim ekstrim dan serangan hama penyakit. Benih ini juga lebih bisa beradaptasi dengan pasokan air yang terbatas.
Filipina sudah menggunakan benih jagung bioteknologi selama 12 tahun. Negara tersebut mampu menggandakan produksi jagung nasionalnya dari 4 ton per hektare menjadi 7 ton per hektare.
Bandingkan dengan tingkat produktivitas nasional hanya di angka 4 ton/ha. Ini terjadi akibat rendahnya tingkat penggunaan teknologi dan inovasi sehingga berujung pada produktivitas yang rendah. Selain juga kepemilikan atau luas lahan garapan tiap petani di Indonesia sangat minim, hanya 0,2 Ha tiap petaninya.
Oleh karena Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir meminta pemerintah untuk segera memberikan kepercayaan kepada petani untuk memanfaatkan benih jagung bioteknologi. Harapannya akan bisa mendongkrak taraf hidup petani jagung. "Tantangan ke depan pertanian di Indonesia adalah lahan yang ada harus bisa meningkatkan produksi jagung yang permintannya terus meningkat. Konsep peningkatan produktivitas optimal dengan luasan lahan terbatas butuh intensifikasi budidaya secara modern," katanya, Selasa (7/10).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News