Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah kondisi pandemi corona seperti saat ini, pemerintah diminta lebih berhati-hati serta menggunakan perhitungan yang terukur dalam mengambil kebijakan terkait energi, termasuk mengenai penurunan harga gas industri.
Direktur Eksekutif EnergiWatch Mamit Setiawan mengungkapkan, penurunan gas di tengah kondisi pandemi tidak akan signifikan memberikan multiplier effect yang besar. Sebab, banyak kegiatan ekonomi yang sedang tidak berjalan secara normal.
Baca Juga: Harga gas industri turun, pembangunan infrastruktur gas diprediksi melambat
Menurut Mamit, harus ada hitungan yang terukur dan pemerintah untuk bisa menjamin penurunan harga gas bisa memberikan dampak yang besar terhadap pertumbuhan perekonomian. Terlebih, pemerintah pun berkorban dengan mengurangi jatah penerimaan negara dari gas bumi.
Pasalnya, untuk menurunkan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU pemerintah akan menurunkan harga gas di hulu berkisar US$ 4-US$ 4,5 per MMBTU. Selain itu, biaya transportasi dan distribusi diturunkan antara US$ 1-US$ 1,5 per MMBTU.
"Jadi jangan sampai sia-sia. Apalagi di tengah pandemi, banyak kegiatan ekonomi sedang tidak normal," kata Mamit melalui keterangan tertulis, Jum'at (3/4).
Mamit bilang, kebijakan terkait harga gas juga harus mempertimbangkan investasi di sektor hilir gas. Ia mengingatkan, jangan sampai penurunan harga gas malah membebani industri hilir migas dan malah menghambat pembangunan infrastruktur gas dari hulu hingga ke konsumen yang membutuhkan investasi besar.
Baca Juga: Perdana, Perusahaan Gas Negara (PGAS) alirkan gas ke Kawasan Industri Pelindo 1 Dumai
"Pembangunan infrastruktur gas bumi akan sulit dan terbatas. Belum lagi, pipa transmisi dan distribusi juga harus dimaintenance, dan harus juga membangun terminal regasifikasi LNG sebagai cadangan mereka untuk menjaga ketersediaan gas kepada pelanggan," katanya.
Mamit mengatakan, penurunan harga gas juga harus mempertimbangkan kelangsungan investasi dan pembangunan di hilir gas bumi supaya bisa berjalan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
"Akan banyak pembangunan infrastruktur hilir gas bumi di mana butuh pendanaan dari Badan Usaha sebesar Rp 43,3 triliun. Jadi jangan sampai kebijakan harga gas menyulitkan usaha di hilir gas karena tidak menarik bagi investor," ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto meminta supaya pemerintah berhati-hati dalam menerapkan kebijakan terkait penurunan harga gas bumi.
Sugeng juga meminta, harus ada evaluasi untuk memastikan penurunan harga gas tersebut bisa memberikan efek gulir yang positif terhadap pengembangan ekonomi dalam negeri.
Baca Juga: Ada pandemi corona, Kemperin dorong industri tetap bisa produktif
Menurutnya, hal itu sangat penting untuk memastikan kebijakan berjalan efektif, serta untuk menggantikan penurunan penerimaan negara dari pengurangan bagian negara.
Sugeng juga berpendapat, harus ada evaluasi kebijakan secara menyeluruh terkait biaya-biaya yang harus ditanggung yang masuk sebagai pendapatan negara, seperti pajak dan sewa barang milik negara.
Selain itu, sambungnya, tren penurunan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini juga harus dicermati dampaknya terhadap investasi di hulu minyak dan gas nasional.
"Saat ini harga minyak dunia rendah. Jangan sampai kebijakan ini membuat investor hulu migas tidak berniat untuk mengembangkan lapangannya," sebut Sugeng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News