Reporter: Dimas Andi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri baja dalam negeri dibayangi oleh kabar banjir produk baja impor dari China dalam beberapa waktu terakhir. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat melindungi industri baja nasional agar tidak bernasib seperti industri tekstil yang babak belur dihantam serbuan produk impor.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, menurunnya kinerja industri baja China memang membuka peluang negara tersebut untuk memperluas ekspor ke berbagai negara, termasuk Indonesia dengan harga sangat murah atau melalui praktik dumping.
“Karena oversupply, tentu mereka akan mengarahkan atau mengekspor produksinya ke luar negeri. Salah satu pasar yang cukup potensial untuk dipenetrasi adalah Indonesia,” kata Andry dalam siaran pers yang diterima Kontan, Senin (7/10).
Maka dari itu, menurut Andry, perlindungan pemerintah terhadap baja dalam negeri sangat dibutuhkan. Kalau tidak, industri baja Indonesia bisa gulung tikar akibat gempuran baja impor.
Andry mengungkapkan, negara-negara lain pun sudah mengambil langkah-langkah protektif untuk melindungi industri baja dalam negeri. Dia menyebut, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Kanada yang telah menerapkan bea masuk antidumping (BMAD) dan tarif tinggi terhadap produk baja China. "Banyak sekali instrumen-instrumen trade remedies yang diberikan di berbagai negara, sedangkan Indonesia masih sangat sedikit perlindungannya,” ujar dia.
Baca Juga: Krisis Baja China, Krakatau Steel (KRAS) Beberkan Pengaruhnya ke Perusahaan
Andry pun berharap Pemerintah Indonesia dapat melakukan hal yang sama, misalnya dalam bentuk safeguard atau dalam bentuk pengenaan BMAD untuk melindungi industri baja dalam negeri. "Kita juga bisa dorong terkait dengan sertifikasi lainnya,” imbuh dia.
Andry mengingatkan, jika banjir baja impor dibiarkan, maka tidak hanya membuat industri baja dalam negeri gulung tikar sekaligus menimbulkan ancaman PHK karyawan massal. Lebih dari itu, sektor usaha lain juga akan terimbas. Sebagai contoh, para distributor baja yang sudah pasti akan terdampak. Begitu juga industri lain yang terkait.
”Efek dominonya besar. Akan banyak industri yang berkaitan dengan industri baja yang juga akan terdampak,” jelasnya.
Lebih lanjut, perlindungan pemerintah terhadap industri baja juga akan berdampak positif pada iklim investasi maupun pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, utilisasi produksi baja dapat tumbuh positif, sehingga memberikan gairah kepada investor untuk masuk ke sektor tersebut. Investor pun akan merasa bahwa Indonesia tidak hanya memiliki pasar baja yang besar, melainkan juga kompetitif.
Industri baja Tanah Air memang berharap perlindungan dari Pemerintah. Salah satunya PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) atau GRP.
Presiden Direktur GRP Fedaus mengatakan, industri baja merupakan tulang punggung pembangunan. Oleh sebab itu, sudah seharusnya Pemerintah benar-benar serius melindungi dengan beberapa penerapan trade remidies.
Dia menambahkan, pihaknya merasa bahwa proses sunset review atau perpanjangan untuk antidumping sangat lama. "Kami khawatir, industri baja akan mengalami kehancuran sama seperti industri tekstil,” tutur Fedaus.
Merujuk laporan dari Bloomberg beberapa waktu lalu, hampir tiga perempat produsen baja di China mengalami kerugian selama paruh pertama tahun 2024. Produsen besar seperti Xinjiang Ba Yi Iron & Steel Co, Gansu Jiu Steel Group, dan Anyang Iron & Steel Group Co mengalami kebangkrutan akibat menurunnya permintaan domestik.
Untuk bertahan, para produsen baja ini memilih meningkatkan ekspor, termasuk ke Indonesia yang dapat meningkatkan risiko praktik dumping.
Baca Juga: Oversupply Industri Baja Tak Ganggu Ekspor Batubara ke China
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News