Reporter: Dyah Megasari |
JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta agar pemerintah memiliki nyali politik untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan harga tunggal.
Saat ini, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi dengan dua harga. Harga BBM untuk mobil pribadi akan lebih mahal dibanding harga BBM untuk kendaraan roda dua dan angkutan umum. PT Pertamina (Persero) membagi stasiun pengisian bahan bakar umum menjadi empat jenis untuk melaksanakan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi bagi mobil pribadi.
"Kalau punya nyali politik, pemerintah harus berani menaikkan harga BBM dengan harga tunggal," kata Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam diskusi BBM Dua Harga di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (27/4/2013).
Tulus menganggap bahwa pemerintah saat ini belum berani menaikkan harga BBM dengan harga tunggal. Padahal, di era pemerintahan sebelumnya, pemerintah berani menaikkan harga BBM sebesar Rp 6.000 per liter. Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, kata Tulus, harga BBM justru diturunkan.
Tulus berpendapat bahwa saat ini opsi menaikkan harga BBM dengan harga tunggal adalah pilihan pahit bagi pemerintah. Hal ini akan menurunkan pamor partai politik yang ada saat ini, apalagi partai politik pendukung pemerintah.
"Sebenarnya, pemerintah harus berani selesaikan masalah harga BBM ini dengan cepat dan tepat. Asal tidak memukul masyarakat bawah, opsi apa pun akan diterima oleh masyarakat," katanya.
YLKI memandang rencana kebijakan menaikkan harga BBM dua harga akan rawan konflik di masyarakat. YLKI mendesak pemerintah lebih rasional menerapkan harga BBM dengan satu harga. "Soal harga, kami serahkan ke pemerintah maupun ekonom. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, masyarakat juga akan naik daya belinya," kata Tulus.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya di Jakarta, Jumat (26/4/2013), mengatakan, keempat jenis SPBU akan menjual BBM bersubsidi dengan harga kombinasi. SPBU jenis pertama akan menjual premium dan solar bersubsidi dengan harga sama, yakni Rp 4.500 per liter. SPBU jenis kedua menjual premium dan solar bersubsidi dengan harga setelah kenaikan. Jenis ketiga menjual premium harga baru dan solar Rp 4.500 per liter. Terakhir adalah SPBU yang menjual premium Rp 4.500 per liter dan solar dengan harga baru.
Melalui kombinasi tersebut, kata Hanung, dari total 5.569 lembaga penyalur yang terdiri dari agen premium minyak solar (APMS) dan SPBU, sebanyak 3.053 lembaga penyalur atau 54 persen akan menyediakan premium Rp 4.500 dan 2.477 lainnya dengan harga baru. Adapun lembaga penyalur yang akan menyediakan solar Rp 4.500 sebanyak 3.218 atau 57,8 persen dan 2.248 lembaga penyalur menyediakan solar dengan harga baru. (Didik Purwanto/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News