kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45916,64   -18,87   -2.02%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah ingin dorong pembangkit EBT, banyak proyek masih terkendala


Senin, 14 Juni 2021 / 19:04 WIB
Pemerintah ingin dorong pembangkit EBT, banyak proyek masih terkendala
ILUSTRASI. Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berkomitmen mendorong pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) mencapai 48% dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Kendati demikian, komitmen ini dihadapkan pada kenyataan masih banyaknya proyek pembangkit EBT yang mangkrak atau terkendala.

Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) memastikan masih ada sejumlah proyek panas bumi yang terkendala. Ketua API Priyandaru Effendi mengungkapkan proyek yang terhenti dikarenakan masalah keekonomian dan perjanjian jual beli dengan PLN.

"Kita masih belum melihat pergerakan yang nyata atas proyek-proyek yang terhenti ini. Banyak proyek yang saat ini terhenti," ungkap Priyandaru kepada Kontan.co.id, Senin (14/6).

Meski tak merinci jumlahnya, namun total potensi kapasitas proyek yang terhenti disebut mencapai 1.000 Mega Watt (MW).

Baca Juga: Pemerintah setop bangun PLTU mulai 2025, ini kata pemain EBT

Priyandaru menambahkan, pihaknya berharap dukungan pemerintah guna menyelesaikan permasalahan pada sejumlah proyek yang ada. Apalagi, proyek-proyek ini dinilai masih bisa dilanjutkan. Selain itu, pemerintah juga punya target penambahan kapasitas panas bumi mencapai 2,4 Giga Watt (GW) hingga 2030 mendatang.

Berkaca dari kondisi yang ada, API menilai perlu ada kepastian tender dilakukan dengan seleksi yang ketat. Selain itu, harga listrik yang disediakan juga diharapkan sesuai dengan keekonomian proyek. "Pemerintah wajib hadir untuk mengambil selisih harga keekonomian dengan kemampuan, bisa melalui subsidi atau insentif," sambung Priyandaru.

Langkah dukungan lainnya yakni melalui regulasi demi percepatan dan kepastian pengembangan panas bumi.

Sementara itu, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menilai potensi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang cukup besar terdorong sejumlah target dan rencana kerja dari pemerintah.

Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa menjelaskan pengembangan PLTS dari proyek PLTS Terapung ditargetkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebesar 1,9 GW, kemudian substitusi PLTD milik PLN yang jika diubah dengan PLTS bisa mencapai 5 GW hingga 6 GW.

Selain itu terdapat pula rencana penggantian pembangkit PLTGU dan PLTU, yang direncanakan pensiun sebesar 1.1 GW. Jika diganti dengan PLTS maka potensinya dinilai mencapai lebih dari 2 GW dengan storage.

Fabby melanjutkan, sejumlah proyek PLTS juga ada yang mengalami kendala. Adapun, kendala pada sejumlah proyek ini karena dinilai tidak layak. Meski tak merinci, Fabby menilai ada satu proyek PLTS yang masih terkendala dan patut jadi fokus pemerintah.

"Proyek PLTS Bali Barat & Bali Timur 2x25 MW yang sampai hari ini belum PPA. Ini adalah proyek yang menggunakan skema Permen ESDM No. 50/2017," kata Fabby kepada Kontan.co.id, Senin (14/6).

Fabby menilai proyek ini seharusnya bisa didorong agar dapat menjadi model dan meningkatkan optimisme pengembangan PLTS skala besar yang selama ini dinilai mati suri. Apalagi, selama ini proyek-proyek skala besar sangat bergantung pada PLN.

"Kuncinya adalah pada pengadaan/lelang proyek oleh PLN. Kita lihat selama 2020 tidak ada lelang proyek Energi Terbarukan (ET) khususnya PLTS," terang Fabby.

Fabby pun mengharapkan kedepannya PLN menyampaikan rencana lelang secara reguler untuk beberapa tahun mendatang. Hal ini bakal memberikan kepastian pada investor.

Proses lelang pun diharapkan dilakukan international bidding serta penerapan standarisasi Power Purchase Agreement (PPA). Ini dinilai bakal memberikan kesempatan bagi pengembang dalam menilai resiko proyek dan menawar dengan harga yang pasti.

Fabby turut menekankan aturan soal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dinilai perlu "diabaikan" hingga industri PLTS dalam negeri mampu memenuhi ketentuan TKDN untuk modul surya. Terkendalanya proyek pembangkit EBT juga terjadi untuk sejumlah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH).

Ketua Asosiasi PLTMH Riza Husni mengungkapkan ada sejumlah proyek yang sejatinya telah siap sejak setahun lalu namun belum mendapatkan kesempatan. "Terlalu banyak kontrak fosil jadi tidak diberi kesempatan apalagi saat covid dikatakan kelebihan pasokan atau demand turun," terang Riza pada Mei lalu.

Adapun, total proyek Independent Power Producer (IPP) PLTA/PLTMH yang kini masih menanti kepastian mencapai 82 proyek dengan total kapasitas mencapai 3.105 MW.

Selanjutnya: Sri Mulyani menilai transisi energi timbulkan konsekuensi keuangan bagi PLN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×