Reporter: Martina Prianti | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pemerintah mengklaim telah melindungi keberlangsungan industri jamu nasional di tengah berjalannya pelaksanaan perdagangan bebas atau FTA ASEAN China.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Perdagangan dan Perindustrian Edy Putra Irawady mengatakan, bentuk konkret dukungan pemerintah itu berupa, belum diterapkannya standar ASEAN. "Kita pakai standar kita, kalau pakai standar ASEAN, jamu yang kita ekspor banyak yang tidak kena. Karena standar ketat, efek kesehatan, khasiat, dan kebersihannya," ucap Edy, Jumat (22/1).
Edy menjelaskan, standar ASEAN soal jamu seharusnya sudah berjalan sejak 2008. Tetapi lantaran pemerintah melihat pelaku usaha jamu dalam negeri belum memenuhi syarat makanya hal itu belum diterapkan.
Menurut dia, bila standar ASEAN tidak diterapkan maka jamu yang di buat oleh pelaku usaha dalam negeri dapat bersaing. "Perizinannya negara luar itu gila-gilaan makanya perlu harmonisasi sama mereka, caranya bilateral dengan satu negara, satu negara. Kita pakai standar kita," lanjutnya.
Salah satu kendala jamu dalam negeri belum dapat bersaing adalah terbatasnya laboratorium. Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Charles Saerang mengatakan, perdagangan bebas ASEAN memiliki dampak terhadap industri jamu nasional. "Potensi kehilangan penjualan jamu kita bisa mencapai Rp 4 triliun," kata Charles.
Padahal, potensi penjualan jamu tahun ini mencapai Rp 10 triliun, naik dari Rp 8,5 triliun pada tahun 2009 lalu. Menurut Charles, angka Rp 4 triliun itu merupakan hasil perkiraan penjualan klinik-klinik herbal asing yang kini sudah menjamur di Pulau Jawa. Jumlahnya telah mencapai sekitar 100 klinik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News