kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah siapkan strategi alternatif energi untuk sektor transportasi


Jumat, 08 Januari 2021 / 13:12 WIB
Pemerintah siapkan strategi alternatif energi untuk sektor transportasi
ILUSTRASI. Ilustrasi Kementerian ESDM. KONTAN/Baihaki/20/10/2016


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebutuhan akan transportasi dalam pemenuhan kebutuhan perpindahan orang dan barang sebagai aktivitas ekonomi menimbulkan tingginya tingkat ketergantungan impor minyak dan bahan bakar. Hal ini sekaligus memberikan dampak lingkungan berupa kenaikan emisi gas rumah kaca hingga mencapai 189 juta ton -co2EQ (29,3 % dari emisi GRK di sektor energi).

Lantas, di era transisi energi global saat ini, pemerintah memandang semakin pentingnya upaya substitusi BBM dengan alternatif bahan bakar lainnya, efisiensi kendaraan, jenis mesin dan bahan bakar, kapasitas, serta ketersediaan layanan.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan, Kementerian ESDM saat ini tengah menyusun grand strategi nasional sebagai upaya komprehensif untuk melakukan transformasi dan transisi penggunaan energi ke arah energi bersih yang secara makro untuk menggeser penggunaan BBM.

Menurut Dadan, ada beberapa hal mendasar terkait transformasi di Kementerian ESDM dan akan dilakukan peninjauan kembali terhadap Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“Sudah ada upaya alternatif bahan bakar, tapi kan komposisinya masih tetap bahwa yang basisnya fosil masih sangat tinggi khususnya untuk bensin. Arahnya, kami ingin menurunkan BBM jenis bensin. Targetnya sebelum 2030 kita tidak ada lagi impor bensin,” tukas dia dalam siaran pers di situs Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Jumat (8/1).

Data Kementerian ESDM menyebutkan pada tahun 2019 angka impor bensin mencapai 19 juta kiloliter (KL) dan impor solar mencapai 4 juta KL. Impor bensin semakin meningkat dalam lima tahun terakhir karena konsumsi bensin juga terus meningkat. Hal ini ditandai dengan konsumsi bensin pada tahun 2019 yang mencapai 35 juta KL, sementara impor solar pada tahun yang sama mencapai 29 juta KL.

“Dari strategi ini ditargetkan dalam 4 tahun ke depan dapat mengurangi impor bensin tanpa melakukan penambahan kilang untuk eksisting. Sedangkan untuk listrik dan biofuel nantinya diharapkan dapat menggantikan bahan bakar batu bara, namun harus didukung dari sisi infrastuktur,” ungkap Dadan.

Baca Juga: Kementerian ESDM serap anggaran Rp 5,8 triliun sepanjang tahun 2020

Lebih lanjut, Dadan mengungkapkan, salah satu strategi energi nasional untuk menggeser BBM adalah pelaksanaan program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB). Pada pelaksanaan program ini, Kementerian ESDM akan mendukung fasilitas dari sektor penyediaan listrik. 

Selain itu, pemerintah akan mengoptimalkan produksi BBN baik berupa Biodiesel ataupun Biohidrokarbon dan berupaya mempertahankan implementasi program B30. Pemerintah pun akan terus melakukan optimalisasi produksi untuk memastikan program B30 berjalan dengan baik.

Tak hanya itu, beberapa industri akan memproduksi methanol yang berbasis batu bara. Hal ini seiring adanya kewajiban hilirisasi yang diatur dalam UU Minerba yang baru. “Hilirisasi yang paling dekat adalah mengkonversi batu bara menjadi methanol. Jadi ini yang kami coba siapkan khusus untuk yang berbasis biofuel,” terang Dadan.

Sementara itu, terkait pengembangan Bio-CNG, beberapa inisiatif skala kecil tapi punya potensi yang besar telah dilakukan. Dadan berharap Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dapat memberikan dukungannya agar perkembangan bio-CNG sampai ke pasar. Kementerian ESDM bersama dengan beberapa pihak juga mendorong program ini agar secara bertahap dapat diproduksi secara lokal.

Dadan juga menyebut, pemerintah tengah mengembangkan bahan bakar A2 yang rendah emisi, yakni berupa campuran bensin dengan 15% methanol dan 5% ethanol.

A20 merupakan program bersama dengan BPPT yang didukung oleh PT Pertamina (Persero) yang menjadi salah satu peluang untuk menggeser pemanfaatan BBM jenis bensin. Penggunaan bahan bakar A20 secara komersial belum dilakukan, akan tetapi telah dilakukan uji jalan di beberapa negara.

“Kami mengharapkan kerja sama dari berbagai pihak di antaranya pemerintah, universitas, sektor khusus, komunitas, dan NGO guna mencapai Energy Independece dan Energy Security sebagai bentuk Sustainable Development,” pungkas Dadan.

Selanjutnya: Menteri ESDM: Insentif bagi Blok Mahakam tinggal menanti Kementerian Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×