Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menyiapkan transformasi pada pemberian subsidi listrik. Rencananya, subsidi listrik diubah dari yang saat ini berbentuk barang atau komoditas, menjadi subsidi langsung dengan berbasis pada rumah tangga penerima.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menilai, pemberian subsidi langsung terhadap rumah tangga penerima akan lebih tepat sasaran. Dengan begitu, anggaran subsidi pun bisa terpangkas sehingga terjadi penghematan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).
Sekretaris Eksekutif TNP2K Bambang Widianto menyampaikan, dengan subsidi yang diberikan langsung kepada rumah tangga, maka harga listrik rumah tangga yang dijual oleh PT PLN (Persero) bisa sesuai dengan harga keekonomian. Sehingga bisa membuat arus kas PLN menjadi lebih sehat, mengingat selama ini PLN harus lebih dulu menunggu pembayaran subsidi dari pemerintah.
Dengan subsidi langsung ke rumah tangga, maka pembayaran akan langsung diterima PLN. Mekanismenya, melalui Kementerian Sosial (Kemensos), pemerintah akan memberikan subsidi langsung dengan besaran yang tetap. Bambang memberikan gambaran, besaran subsidi yang akan ditransfer itu bisa mengacu pada rata-rata, batas bawah atau batas atas dari besaran subsidi per bulan.
"Misalnya rata rata Rp 95.000 - Rp 100.000 per bulan, kita berikan langsung ke rumah tangga melalui Kemensos. nanti menggunakan sistem perbankan. Untuk pelanggan pra-bayar, besaran subsidi dikonversi menjadi jumlah kWh (satuan listrik untuk kilo watt hour). Untuk pelanggan pasca bayar, subsidi dibayar dari rekening peneriman bantuan langsung ke PLN," terang Bambang dalam webinar yang digelar Selasa (3/11).
Baca Juga: Dorong infrastruktur penunjang kendaraan listrik, ESDM luncurkan SPBKLU
Bambang pun membeberkan mengenai simulasi penghematan APBN jika skema susbidi listrik diubah menjadi kebijakan subsidi langsung. Mengacu pada APBN tahun 2020, subsidi listrik ditetapkan sebesar 54,8 triliun. Jika menggunakan subsidi langsung, maka dana yang diperlakukan hanya sebesar Rp 31 trilun.
Artinya, ada potensi penghematan sebesar 23,8 triliun. Nilai itu dengan asumsi total penerima subsidi sebanyak 27,2 juta rumah tangga dengan nilai subsidi sebesar Rp 95.000 per bulan. Lebih lanjut, jika subsidi langsung juga diterapkan pada golongan pelanggan lainnya seperti pada golongan sosial, maka akan ada potensi penghematan lagi sebesar Rp 11,8 triliun.
Menurut Bambang, skema subsidi langsung ke rumah tangga penerima ini nantinya akan mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Perubahan skema subsidi ini merupakan bagian dari transformasi subsidi secara keseluruhan.
Rencananya, subsidi langsung listrik ini akan terintegrasi dengan subsidi untuk LPG. Targetnya, pada tahun 2024 beban subsidi akan semakin berkurang, dan penyalurannya bisa terkonsolidasi melalui bantuan sosial.
"Tahun 2024, targetnya tadinya kita ingin mengurangi subsidi, baik di listrik, LPG dan juga pupuk, dan kalau bisa kami konsolidasikan kepada bantuan sosial oleh Kemensos," tandasnya.
Namun, perubahan skema subsidi ini memerlukan langkah politis, yakni kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI. Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Ubaidi Socheh Hamidi menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengusulkan reformasi subsidi ini kepada DPR RI.