Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Beban perusahaan tambang kian bertambah. Setelah diminta untuk membangun smelter agar dapat mengolah mineral di dalam negeri, kini perusahaan tambang juga diminta untuk membangun pembangkit listrik sendiri untuk operasional smelternya itu.
Hal itu diungkapkan Nur Pamudji, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pasalnya pasokan listrik PLN saat ini terbatas. Terutama pasokan listrik di kawasan Indonesia Timur dimana, sebagian besar smelter akan dibangun di wilayah tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Natsir Mansyur Presiden Direktur Indosmelt menuturkan bahwa seharusnya PLN melihat ini sebagai sebuah peluang, bukan sebagai beban tambahan. Pasalnya, industri pengolahan mineral atau smelter bisa menjadi pundi-pundi pemasukan PLN. Karena tarif listrik yang dikenakan tentu menguntungkan PLN. “Seharusnya opportunity buat dia,” kata Natsir saat berkunjung ke kantor redaksi KONTAN, Rabu (23/1).
Seperti diketahui bahwa saat ini sudah sekitar 30 perusahaan yang ingin membangun smelter di Indonesia bagian timur. Salah satunya Indosmelt yang akan membangun pabrik smelter di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Untuk mendirikan smelter tersebut Indosmelt mengeluarkan investasi sekitar US$ 1,5 miliar. “Kalau memang diperlukan, kami akan membangun power plant sendiri,” katanya.
Smelter berkapasitas 500.000 ton/tahun konsentrat yang dibangun Indosmelt itu membutuhkan pasokan listrik sebesar 75 MW sampai 100 MW.
Menurut Natsir, jika harus mendirikan smelter di wilayah Jawa Timur seperti arahan PLN, dimana di wilayah itu masih memiliki ketersediaan listrik yang masih besar, sulit bagi Indomselt untuk mengikuti. Pasalnya, pendirian smelter harus dekat dengan lokasi tambang untuk menekan biaya logistik.
Selain itu, “Kita bicara Indonesia. Kalau semua smelter lari ke Jawa Timur, kasihan daerah yang lain. Pertumbuhan ekonomi jadi tidak merata,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News