Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah menyelesaikan permasalahan dengan krediturnya melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), PT Garuda Indonesia Tbk mulai melakukan pembenahan.
Setelah mendapatkan kepastian dengan kreditur melalui PKPU dan mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN), Garuda Indonesia berencana menambah armadanya.
Bahkan Menteri BUMN, Erick Thohir memastikan hingga akhir tahun 2022 jumlah armada yang akan dimiliki Garuda Indonesia Group mencapai 120 unit.
Head of Research Jarvis Asset Management, Andri Ngaserin, mengatakan upaya Erick menambah armada Garuda sudah tepat. Terlebih lagi kebutuhan akan angkutan udara di Indonesia pasca covid 19 sudah semakin meningkat.
Baca Juga: Menhub Yakin Dapat Menurunkan Harga Tiket Pesawat Secara Bertahap
Diakui Andri, rencana menambah armada Garuda merupakan keharusan agar operasional Garuda kembali membaik.
Menurutnya, keberhasilan PKPU dan adanya tambahan PMN, membuat potensi Garuda untuk mengembangkan usaha dan meggembalikan profitabilitasnya semakin besar.
"Beban hutang berkurang signifikan dan jumlah armada diperbanyak itu akan membuat kinerja keuangan Garuda kembali sehat. Sehingga rencana Menteri Erick untuk mengembalikan jumlah armadanya seperti dahulu sangat tepat dilakukan," ujar Andri dalam keterangannya, Senin (29/8).
Selain membuat kinerja keuangan menjadi lebih sehat, penambahan armada oleh Garuda ini dinilai Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univ. Padjadjaran Maman Setiawan, sebagai langkah yang sangat tepat untuk memecah konsentrasi market yang saat ini sangat tinggi di industri penerbangan Nasional.
Sebab saat ini industri penerbangan Nasional sudah dikuasai oleh Lion Air Group secara natural. Karena berkurangnya armada pesawat Garuda.
Baca Juga: Menhub Apresiasi Kolaborasi BNI, Garuda, Lion Air Beri Promosi Harga Tiket Pesawat
Menurut Maman, sebenarnya konsentrasi yang tinggi di pasar merupakan suatu yang wajar. Sepanjang Pemerintah tidak membatasi pelaku usaha untuk masuk ke industri penerbangan Nasional.
Konsentrasi market ini mulai terjadi ketika Kementerian Perhubungan menerapkan batas bawah dan atas industri penerbangan di Indonesia. Padahal menurut Maman, penerapan batas atas dan bawah industri penerbangan tidak lazim dilakukan.
Lanjut Maman, seharusnya Pemerintah hanya menetapkan standar kualitas layanan dan keamanan perusahaan penerbangan di Indonesia. Tidak menetapkan tarif batas atas atau bawah. Ketika Pemerintah menetapkan batas atas atau bawah, tarif mulai merangkak naik.
Baca Juga: BI Ramal Rupiah Bergerak Antara Rp 14.500-Rp 14.900 Per Dolar AS hingga Akhir 2022
Jika tak ada tarif batas atas dan bawah, namun Pemerintah menetapkan standar keamanan serta layanan, maka setiap maskapai akan melakukan persaingan yang sehat
Sekarang kata Maman, Pemerintah memiliki 2 cara untuk dapat menekan harga tiket pesawat di Indonesia. Pertama adalah membuka peluang pelaku usaha untuk masuk ke industri Penerbangan Nasional. Dan yang kedua adalah dengan menambah jumlah armada pesawat yang saat ini beroperasi di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News