kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pendapatan BPH Migas berpotensi menciut 16% tahun ini, kenapa?


Kamis, 15 Agustus 2019 / 16:27 WIB
Pendapatan BPH Migas berpotensi menciut 16% tahun ini, kenapa?
ILUSTRASI. Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2019 segera diberlakukan pada 6 September 2019. Beleid tersebut pada pokoknya akan memangkas persentase iuran badan usaha penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas bumi kepada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa tak menampik, adanya pemangkasan iuran tersebut akan membuat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima BPH Migas tergerus.

Baca Juga: Terkendala Lahan, BNBR Minta Proyek Pipa di Kalimantan Jadi Proyek Strategis Nasional

Untuk tahun ini, Fanshurullah mengatakan bahwa pihaknya berpotensi kehilangan Rp 300 miliar atau sekitar 16% dari total PNBP BPH Migas yang diproyeksikan sebesar Rp 1,6 triliun hingga tutup tahun nanti.

Alhasil, hingga akhir tahun 2019, estimasi PNBP yang diterima BPH Migas menjadi Rp 1,3 triliun. "Estimasi kami tahun ini akan dapat dana kurang lebih Rp 1,6 triliun. Dengan adanya ini (PP Nomor 48/2019) ada penurunan Rp 300 miliar," kata Fanshurullah di kantornya, Kamis (15/8).

Kendati begitu, Fansrullah mengaku tidak keberatan dengan kondisi tersebut. Bahkan, ia mengatakan bahwa PP Nomor 48 Tahun 2019 merupakan bentuk akomodasi dari BPH Migas yang menampung masukan dari para badan usaha.

Menurut Fasnhurullah, adanya penurunan iuran ini akan semakin menggerakkan bisnis penyaluran BBM dan gas bumi. Sebab, penurunan iuran ini bisa meningkatkan kinerja keuangan badan usaha penyalur BBM dan gas bumi.

Baca Juga: Pertamina hadirkan titik BBM Satu Harga di distrik Mapia, Dogiyai

"Jadi nggak ada masalah (meski pendapatan menurun). Dengan ini justru kita kontribusi untuk menggerakkan bisnis dan pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Terlebih, Fanshurullah menekankan bahwa penurunan iuran ini dapat ikut menurunkan harga jual BBM umum dan gas bumi kepada konsumen. Sayangnya, Fanshurullah tak bisa menjamin soal besaran penurunan harga ini.

Sebab, katanya, komponen pembentukan harga ditentukan oleh sejumlah variable, seperti harga minyak mentah yang bergantung pasar serta margin harga yang sudah diatur oleh Kementerian ESDM.

"Kalau menurut saya pasti dong (bisa menurunkan harga jual). Tapi masalah besaran berapa itu relatif, kontribusi ke total mesti dihitung lagi," terang Fanshurullah.

Sebagai infromasi, PP Nomor 48 tahun 2019 ini menggantikan PP Nomor 1 tahun 2006. Beleid baru ini telah diundangkan pada 8 Juli 2019, namun baru akan diberlakukan 60 hari setelah itu.

Baca Juga: Gandeng Kemendes PDTT, BPH Migas wujudkan 330 penyalur BBM di wilayah terpencil

Dalam PP Nomor 48/2019, iuran dibayarkan untuk penjualan BBM jenis avgas, avtur, minyak tanah no subsidi, bensin (gasoline), gasoil kerosene, minyak diesel dan fuel oil.

Besaran iuran yang wajib dibayar oleh badan usaha diperoleh dari perkalian realisasi jumlah volume per jenis BBM yang dijual per tahun dengan harga jual BBM dan hasilnya dikalikan dengan besaran persentase iuran.

Sesuai PP Nomor 48/2019, persentase iuran dengan volume penjualan BBM sampai dengan 25 juta kiloliter (kl) per tahun, turun dari 0,3% menjadi 0,250%. Sementara volume penjualan BBM di atas 25 juta kl sampai 50 juta kl per tahun, persentase iuran turun dari 0,2% menjadi 0,175%.

Sedangkan persentase iuran dengan volume penjualan BBM di atas 50 juta kl per tahun, dipangkas dari 0,1% menjadi 0,075%.

Adapun, untuk pengangkutan gas bumi melalui pipa, volume pengangkutan sampai dengan 100 juta Gas Bumi per seribu standard kaki kubik (MSCF) per tahun, persentase iurannya turun dari 3% menjadi 2,50%. Sementara persentase iuran dari volume pengangkutan di atas 100 juta MSCF per tahun turun dari 2% menjadi 1,50%.

Sedangkan besaran iuran badan usaha yang melakukan kegiatan usaha niaga gas bumi turun dari 0,3% menjadi 0,25%.

Di samping itu, PP baru ini juga memperluas pengecualian pembayaran iuran. Sebelumnya, kewajiban pembayaran iuran dikecualikan untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) yaitu Solar dan minyak tanah bersubsidi.

Baca Juga: Lelang Jaringan Distribusi Gas Ancam Jaringan Perusahaan Gas Negara (PGAS)

Dalam beleid baru ini, pembayaran iuran juga dikecualikan untuk penjualan Jenis BBM Penugasan Khusus (Premium), gas bumi melalui pipa untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, serta gas bumi untuk bahan bakar gas (transportasi).

Selain itu, pokok perubahan lainnya seperti, adanya denda kumulatif 2%, dan pembayaran iuran bulanan berdasarkan self assessment.

Asal tahu saja, BPH Migas mencatat realisasi penerimaan iuran yang masuk menjadi PNBP tahun 2018 mencapai Rp 1,35 triliun atau 142% dari target. Jumlah tersebut terdiri dari iuran badan usaha dari kegiatan BBM sebesar Rp 1,07 triliun dan badan usaha dari kegiatan gas bumi senilai Rp 278,6 miliar.

Pada tahun ini, BPH Migas menargetkan PNBP sebesar Rp 950 miliar. Hingga 12 Agustus 2019, realisasinya sudah 103% dari target, yakni mencapai Rp 977,84 miliar. Dengan adanya penurunan iuran yang mulai berlaku per 6 September 2019 nanti, PNBP yang diestimasikan oleh BPH Migas hingga akhir 2019 mencapai Rp 1,3 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×