Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
Selanjutnya, 10 hari setelah Singapore Airlines kesulitan, satu perusahaan minyak raksasa di Singapura bangkrut. Demikian pula perusahaan minyak di Dubai yang mengajukan kebangkrutan. Hal serupa juga dialami beberapa perusahaan di Amerika Serikat.
Selain perusahaan besar, Mochtar bilang, mayoritas sektor bisnis sangat tertekan akibat wabah corona. "Ada satu travel biro di Tiongkok, dengan market cap US$ 10 miliar, sekarang hampir bangkrut. Kemudian perhotelan, pusat belanja, department store, semua berat dan terjadi di seluruh dunia," ungkap pria yang memiliki kekayaan US$ 2,1 miliar dan menduduki peringkat ke-12 orang paling tajir di Indonesia versi Majalah Forbes tahun 2019.
Baca Juga: Mochtar Riady: Wabah Covid-19 memaksa kita hidup dalam teknologi baru
Efek domino wabah Covid-19 juga bergulir di AS. Seluruh bidang usaha di Negeri Paman Sam saat ini mengalami situasi yang sangat sulit. Akibatnya, ada dua efek, yakni krisis finansial dan krisis ekonomi. Pemerintah AS menginjeksi US$ 4 triliun ke sistem perbankan negara itu.
"Namun economy crisis belum muncul, mungkin 1-2 tahun kemudian," prediksi Mochtar. Pengangguran di AS sudah mencapai 14,9%, bahkan diprediksi bisa menyentuh 25%.
Mochtar menyinggung kekuatan dunia yang mulai bergeser ke Asia, tepatnya China. Dia bilang, Tiongkok menjelma menjadi kekuatan ekonomi dunia bukan dengan kerja dalam tempo semalam. China juga membutuhkan proses panjang hingga mereka kini menguasai rantai pasok (supply chain) global.
Baca Juga: Terpopuler: Hutama Karya tersenggol kasus Jiwasraya, Asuransi Jiwa Kresna gagal bayar
Di era kepemimpinan Deng Xiaoping (1970-an), Tiongkok mulai membangun perekonomiannya. Pada 1987, Tiongkok mengirim 600.000 pelajar untuk menuntut ilmu ke dunia Barat. Setidaknya ada 18 juta pelajar Tiongkok yang menuntut ilmu ke luar negeri selama puluhan tahun.