Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman krisis finansial dan ekonomi global akibat pagebluk corona (Covid-19) sudah di depan mata. Pendiri dan Chairman Grup Lippo Mochtar Riady mengingatkan agar kita bersiap menghadapi krisis multidimensi tersebut.
"Saya sebagai orang tua, hanya bisa memberikan warning, mudah-mudahan (krisis) tak terwujud. Kita perlu waspada, sebelum hujan kita mesti sedia payung," ungkap
dia, saat menjadi pembicara dalam seminar virtual Jakarta Chief Marketing Officer (CMO) Club bertema Business Wisdom During COVID-19 Era, Kamis (14/5).
Baca Juga: Mochtar Riady, konseptor awal Ovo yang tak risih memakai handuk bolong
Pria yang 12 Mei lalu berusia 91 tahun ini mengungkapkan, tidak ada yang bisa memprediksi kapan gonjang-ganjing perekonomian akibat Covid-19 ini berakhir. Oleh karena itu, semua pihak tidak boleh meremehkan kondisi ini. "Kita harus menaruh perhatian serius untuk mengatasi kesulitan ini," tutur dia.
Menurut Mochtar, pagebluk corona memunculkan dampak positif dan negatif. Taipan kelahiran Malang, Jawa Timur, 91 tahun silam ini menyebutkan, dampak positif corona adalah harapan berkembangnya teknologi baru, yang kini sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0.
"Wabah corona memaksa kita membiasakan diri untuk hidup dalam teknologi baru," ungkap dia, menanggapi pertanyaan host seminar virtual, Hermawan Kartajaya yang juga pendiri MarkPlus Inc.
Baca Juga: Ini warning Mochtar Riady terkait krisis ekonomi akibat wabah Covid-19
Lantas, Mochtar menjelaskan betapa dahsyatnya dampak negatif pagebluk corona. Dia mencontohkan kondisi Singapura. Sebulan setelah pemerintah setempat memberlakukan kebijakan karantina 14 hari bagi warga yang baru datang dari luar negeri, maskapai Singapore Airlines sudah kesulitan pendanaan.
"Pemerintah Singapura menyuntik pendanaan US$ 4 miliar ke Singapore Airlines, kemudian ditambah lagi US$ 15 miliar. Sehingga Singapore Airlines membutuhkan injeksi modal hingga US$ 19 miliar. Betapa besarnya airline menderita," ungkap Mochtar.
Selanjutnya, 10 hari setelah Singapore Airlines kesulitan, satu perusahaan minyak raksasa di Singapura bangkrut. Demikian pula perusahaan minyak di Dubai yang mengajukan kebangkrutan. Hal serupa juga dialami beberapa perusahaan di Amerika Serikat.
Selain perusahaan besar, Mochtar bilang, mayoritas sektor bisnis sangat tertekan akibat wabah corona. "Ada satu travel biro di Tiongkok, dengan market cap US$ 10 miliar, sekarang hampir bangkrut. Kemudian perhotelan, pusat belanja, department store, semua berat dan terjadi di seluruh dunia," ungkap pria yang memiliki kekayaan US$ 2,1 miliar dan menduduki peringkat ke-12 orang paling tajir di Indonesia versi Majalah Forbes tahun 2019.
Baca Juga: Mochtar Riady: Wabah Covid-19 memaksa kita hidup dalam teknologi baru
Efek domino wabah Covid-19 juga bergulir di AS. Seluruh bidang usaha di Negeri Paman Sam saat ini mengalami situasi yang sangat sulit. Akibatnya, ada dua efek, yakni krisis finansial dan krisis ekonomi. Pemerintah AS menginjeksi US$ 4 triliun ke sistem perbankan negara itu.
"Namun economy crisis belum muncul, mungkin 1-2 tahun kemudian," prediksi Mochtar. Pengangguran di AS sudah mencapai 14,9%, bahkan diprediksi bisa menyentuh 25%.
Mochtar menyinggung kekuatan dunia yang mulai bergeser ke Asia, tepatnya China. Dia bilang, Tiongkok menjelma menjadi kekuatan ekonomi dunia bukan dengan kerja dalam tempo semalam. China juga membutuhkan proses panjang hingga mereka kini menguasai rantai pasok (supply chain) global.
Baca Juga: Terpopuler: Hutama Karya tersenggol kasus Jiwasraya, Asuransi Jiwa Kresna gagal bayar
Di era kepemimpinan Deng Xiaoping (1970-an), Tiongkok mulai membangun perekonomiannya. Pada 1987, Tiongkok mengirim 600.000 pelajar untuk menuntut ilmu ke dunia Barat. Setidaknya ada 18 juta pelajar Tiongkok yang menuntut ilmu ke luar negeri selama puluhan tahun.
Bukan hanya itu, kata Mochtar, Tiongkok juga mengundang para profesor dunia untuk mengajar di Negeri Tembok Raksasa tersebut. "Ada 7 juta mahasiswa yang lulus setiap tahun. Dari Jumlah itu, sebanyak 60% adalah engineering. Sekarang mungkin ada 140 juta engineering di Tiongkok," ungkap dia.
Dengan SDM dan teknologi yang kuat, kini China menguasai supply chain global di tengah perkembangan Revolusi Industri 4.0. "Siapa yang ikuti perkembangan, maka akan berjaya," tutur Mochtar.
Baca Juga: Keluarga Riady Beli Satu Miliar Saham Lippo Karawaci Saat Harga Saham LPKR Anjlok
Lantas, Mochtar menyinggung negara Barat yang mulai menyadari betapa penting dan strategisnya kendali supply chain. Dalam menghadapi wabah Covid-19 saat ini, dia bilang, trio GPS yakni General Electric, Philips dan Siemens mulai kesulitan memasok alat-alat kesehatan. Selama ini, trio GPS menguasai pasar alat-alat kesehatan global.
"Mereka tidak bisa suplai karena tidak memiliki pabrik. Semuanya outsourcing ke Tiongkok," ungkap Mochtar.
Kini Barat ingin mengembalikan basis produksi ke negaranya. Contohnya Apple Inc (produsen iPhone), yang mengajak Foxconn Technology Group asal Taiwan untuk membangun pabrik di AS.
Baca Juga: Begini strategi Lippo Karawaci (LPKR) untuk menyehatkan keuangan perusahaan
"Saya dengar Foxconn investasi lebih dari US$ 1 miliar. Namun mereka sedang kesulitan, salah satu kendalanya karena supply chain tidak ada di AS. Komponennya harus impor dari Tiongkok," tutur Mochtar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News