Reporter: Abdul Basith | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan pembatasan ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS) tidak berhasil mengungkit harga karet lebih tinggi.
Meski begitu Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo bilang AETS menjaga agar harga tidak jatuh. Sebelumnya pada November diakui Moenardji harga karet berpotensi turun.
"Kalaupun harga tidak naik, AETS kali ini telah menyangga harga tidak lebih rusak," ujar Moenardji kepada Kontan.co.id, Rabu (21/3).
Penerapan AETS disepakati oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC) sebesar 350.000 ton. Dari angka tersebut Indonesia mendapat jatah pengurangan 95.190 ton.
Selain Indonesia, terdapat Thailand dan Malaysia yang menjadi anggota ITRC. Thailand mendapat pembatasan sebesar 234.810 ton sementara Malaysia sebesar 20.000 ton.
Moenardji bilang, meski AETS tidak diperpanjang, pengurangan ekspor akan terjadi secara alami. Hal tersebut akibat masuknya musim gugur daun bagi tanaman karet yang berada di sisi utara garis katulistiwa.
"Sebesar 60% pohon karet dunia berada di utara katulistiwa seperti di Thailand, Malaysia, Indochina, Myanmar maupun Hainan dan Yunan, China," terang Moenardji.
Musim gugur daun tersebut akan menurunkan produksi karet. Hal tersebut akan berlangsung selama 2 bulan-3 bulan.
Dampak dari penurunan produksi tersebut akan membuat harga kembali naik. "Secara fundamental hal ini tidak bisa tidak jadi perhitungan pasar karena besar efek penurunannya," jelas Moenardji.
Asal tahu saja, saat ini harga karet SIR 20 sebesar 146,24 sen Amerika Serikat (AS) per kilogram (kg). Sementara harga karet SIR 20 tertinggi sebelum AETS pada November 2017 sebesar 146,14 sen AS per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News