Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
Merujuk paparan yang disampaikan Irwandy, ketika PKP2B eksisting diperpanjang terdapat potensi peningkatan penerimaan negara dari kondisi eksisting sekitar US$ 435 juta per tahun. Jika tidak diperpanjang, terdapat potensi loss penerimaan negara sekitar US$ 834 juta per tahun.
Selain itu, jika diperpanjang, ada kepastian atas investasi jangka panjang perusahaan. Terdiri dari investasi infrastruktur sebesar US$ 2,5 miliar, eksplorasi US$ 364,56 juta dan hilirisasi sebesar 3,4 miliar.
Secara aturan, peningkatan penerimaan negara memang menjadi syarat wajib bagi perpanjangan PKP2B menjadi IUPK OP. Hal itu sebagaimana sudah diatur dalam UU No. 4 Tahun 2004 Pasal 169 dan PP Nomor 77 Tahun 2014.
Dalam UU No. 3 Tahun 2020 sebagai UU Minerba yang baru, Pasal 169 A (1) menyebutkan bahwa kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan negara.
Pasal 169 A (2) menegaskan bahwa upaya peningkatan penerimaan negara yang dimaksud, dilakukan melalui: (a) pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, dan/atau (b) luas wilayah IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian sesuai rencana pengembangan seluruh wilayah kontrak atau perjanjian yang disetujui Menteri.
Baca Juga: Kementerian ESDM sebut PNBP pertambangan 2020 bakal turun 20% menjadi Rp 38 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News