kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Penertiban Lahan Sawit di Kawasan Hutan Berpotensi Turunkan Produksi CPO


Rabu, 16 April 2025 / 18:36 WIB
Penertiban Lahan Sawit di Kawasan Hutan Berpotensi Turunkan Produksi CPO
ILUSTRASI. KONTAN/Muradi/2016/07/21. Satgas PKH saat ini telah melakukan pendataan dan penertiban terhadap lahan perkebunan sawit yang tertanam di kawasan hutan.


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) saat ini telah melakukan pendataan dan penertiban terhadap lahan perkebunan sawit yang tertanam di kawasan hutan.

Kementerian Perhutanan (Kemenhut) mencatat ada sejumlah 436 perusahaan mengajukan permohonan pembebasan lahan perkebunan sawit. 317.253 hektar lahan ditolak permohonan penyelesaiannya. Sedangkan sejumlah 790.474 hektar lahan masih diproses penyelesaian perizinannya.

Ini tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 sebagai tindak lanjut Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Tentang ini, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengatakan jika adanya penertiban lahan perkebunan sawit ini berpotensi menurunkan produktifitas Crude Palm Oil (CPO), jika hal ini tak kunjung menemui penyelesaian.

“Jadi gini, itu kan masalahnya jika itu diserahkan ke Satgas, dan ada jeda waktunya. Maksudnya, tanaman kan harus dipupuk, panen harus di-pruning. Macam-macam yang harus dipenuhikan. Kalau terlalu lama (jedanya) ya tentu itu akan berpengaruh,” terang Eddy kepada Kontan, Rabu (16/4).

Baca Juga: Berkat Lahan Sitaan, Agrinas Menjelma Jadi Perusahaan Sawit Terbesar di Indonesia

Eddy menjelaskan jika keberadaan tanah yang ditertibkan oleh Satgas itu membuat kerancuan, sebab perusahaan lama jadi tak berani merawat karena masih harus menunggu bagaimana putusan akhirnya.

Lebih lanjut, saat ini Eddy belum bisa memperkirakan sebesar apa penurunan produksi CPO akibat penertiban lahan kebun sawit ini.

“Saya tidak tahu pasti. Itu akan yang terkena masalah seberapa luas lahannya? Sekarang kan baru 1,1 hektar. Kalau 1,1 hektar rata-rata (menghasilkan) 3 juta ton. Kalau misal menurunnya 50% ya berarti penurunannya 1,5 juta. Tapi ya saya bilang belum tahu ininya kapan. Saya tidak tahu datanya. Ini kan ada KSO juga,” jelasnya.

Saat ini, Eddy menjelaskan, dilakukan KSO atau kerja sama operasi antara perusahaan baru, seperti misalnya PT Agrinas Palma Nusantara, dengan perusahaan-perusahaan lama yang dikenai penertiban. Untuk KSO seperti apa yang akan dilakukan, saat ini Eddy belum tahu.

“Katanya mau diambil Agrinas, artinya kepemilikan itu Agrinas kan. Jadi KSO yang menjalankan adalah perusahaan lama bekerja sama dengan perusahaan baru gitu lho. Rencana kerja sama seperti apa ya belum tahu,” tambahnya.

Adanya penertiban ini juga berpotensi berdampak kepada kerugian. Sebab, beberapa pembeli akan mempertimbangkan ulang ketika membeli CPO dari tanah yang tertahan, karena ada potensi dianggap ilegal.

"Ya pasti rugi lah, misalnya masuk kawasan hutan, kemudian pembeli tidak mau beli, eksportir tidak mau karena nanti dianggap ilegal. Makanya itu harus jelas dan jangan sampai berlarut-larut," tergas Eddy.

Lebih lanjut, meski prediksi akan ada pengaruh terhadap produksi CPO, ia mengatakan jika iklim investasi CPO masih belum terpengaruh dan berjalan normal seperti biasa.

Ia juga mengatakan jika fenoma ini terjadi tak sepenuhnya kesalahan pelaku usaha sawit serta pemerintah. “Bahwa ada statement Pak Luhut, bahwa ini tidak murni kesalahan pemerintah, tidak murni kesalahan pengusaha juga, karena memang masalahnya tata ruangnya memang waktu itu yang tidak jelas,” terangnya.

Terakhir, ia menyebut permasalahan ini terjadi sebab adanya perubahan tata ruang di lahan perkebunan sawit. Sehingga saat ini pihaknya masih menunggu keterbaruan informasi dari satgas dan berharap permasalahan ini segera menemukan titik penyelesaian.

Baca Juga: Kejagung Serahkan Lahan Sawit Sitaan ke BUMN, Hasilnya Dipakai untuk Biodiesel

Selanjutnya: Bukit Asam (PTBA) Perlu Konsorsium untuk Kembangkan Hilirisasi Batubara Jadi DME

Menarik Dibaca: 5 Makanan yang Tidak Boleh Dipanaskan Kembali, Awas Beracun!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×