kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat: Investasi di sektor energi terbarukan masih terganjal kesulitan pendanaan


Rabu, 11 Agustus 2021 / 17:49 WIB
Pengamat: Investasi di sektor energi terbarukan masih terganjal kesulitan pendanaan
ILUSTRASI. Transisi energi baru terbarukan


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program transisi energi seringkali menghadapi banyak hambatan, salah satunya untuk mendapatkan pendanaan. Selain karena faktor risiko, kemampuan finansial dari perusahaan swasta domestik relatif terbatas, sehingga investasi di bidang energi terbarukan belum berjalan sesuai harapan. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, saat ini pendanaan energi terbarukan tersedia dari berbagai sumber, baik di dalam dan luar negeri. 

Di dalam negeri lembaga keungan dimandatkan Otoritas Jasa Keungan (OJK) untuk memberikan pendanaan hijau, salah satunya adalah untuk proyek energi terbarukan. Selain itu ada juga pendanaan dari luar negeri dalam berbagai bentuk, dengan target proyek energi terbarukan di dalam negeri

Namun demikian, kendala yang kerap ditemukan adalah jumlah proyek yang bankable terbatas. Ini yang membuat lembaga keuangan khususnya bank sangat berhati-hati memberikan pendanaan, karena persepsi risiko yang tinggi terhadap proyek energi terbarukan di Indonesia.

"Di beberapa kasus, kemampuan finansial swasta domestik relatif terbatas, modalnya tidak kuat. Dengan ketentuan bank-bank lokal menuntut tingkat ekuitas yang cukup tinggi (30%-40%), investor lokal mengalami kesulitan memenuhi ketentuan ini," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (11/8). 

Baca Juga: Investasi migas masih jadi penopang, kebijakan penurunan karbon mesti dibuat lengkap

Fabby menegaskan, penurunan emisi karbon di sektor energi dilakukan melalui peningkatan energi terbarukan. Untuk itu lembaga keuangan saat ini seharusnya melihat pembiayaan energi terbarukan sebagai bisnis yang prospektif, dan dengan dukungan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang green finance, lembaga keuangan harus aktif mencari proyek-proyek energi baru dan terbarukan (EBT) yang didanai. 

Selain itu, mereka juga perlu memperkuat kapasitas internal, meningkatkan kemampuan penilaian risiko dan membuat produk-produk pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan pasar Indonesia. 

"Lembaga keuangan juga perlu menjadikan pembiayaan batubara masuk dalam exclusion list, dan memfokuskan pembiayaan ke energi bersih, energi terbarukan dan efisiensi energi," ujar Fabby. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×