kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.917   13,00   0,08%
  • IDX 7.197   56,46   0,79%
  • KOMPAS100 1.106   11,25   1,03%
  • LQ45 878   11,38   1,31%
  • ISSI 221   1,04   0,47%
  • IDX30 449   5,97   1,35%
  • IDXHIDIV20 540   5,29   0,99%
  • IDX80 127   1,41   1,12%
  • IDXV30 134   0,41   0,31%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat: Muhammadiyah Dinilai Lebih Baik Tolak Izin Pengelolaan Tambang


Jumat, 26 Juli 2024 / 16:18 WIB
Pengamat: Muhammadiyah Dinilai Lebih Baik Tolak Izin Pengelolaan Tambang
ILUSTRASI. Pengamat energi dan tambang menilai Muhammadiyah sebaiknya menolak izin pengelolaan tambang dari Pemerintah.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa pengamat energi dan tambang menyebut keputusan terbaik yang bisa diambil Organisasi Keagamaan (Ormas) Muhammadiyah terhadap izin pengelolaan tambang dari pemerintah adalah dengan cara menolak. 

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan bahwa jika menerima izin pengelolaan tambang, Muhammadiyah akan mendapatkan kerugian (mudharat) lebih banyak dari pada keuntungan. 

"Tentang Muhammadiyah menerima tambang, saya bilang justru banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Kalau dari cost dan benefit analisis, lebih banyak cost-nya. Jadi, saya menghimbau kepada Muhammadiyah ditolak saja, seperti ormas agama Katolik dan Kristen, karena hanya NU yang menerima, sampai sekarang pun belum dikasih," tegas Fahmy saat dihubungi Kontan, Jumat (26/07).

Menurut Fahmy, meskipun nantinya Muhammadiyah membentuk badan khusus semacam PT untuk mengelola tambang, secara pengalaman dan Sumber Daya Manusia (SDM) Muhammadiyah belum bisa memenuhi hal tersebut. 

Baca Juga: MUI Kaji Kemungkinan Ikut Kelola Usaha Tambang Dari Pemerintah

"Tetap sulit, karena jadi pengusaha batu bara perlu puluhan tahun untuk bisa berpengalaman di sektor ini. Kalau ormas baik NU maupun Muhammadiyah yang baru dibidang ini meskipun ia harus buat PT nantinya, atau merektut SDM yang banyak," tambahnya. 

Dia juga mengatakan, jika keputusan akhir dari Muhammadiyah adalah menerima, maka keputusan ini adalah keputusan yang blunder. 

"Saya kira kalau ini benar ini adalah keputusan yang blunder, karena Muhammadiyah tidak punya rekam jejak atau pun dana pengelolaan tambang yang dibutuhkan, karena dananya cukup besar," katanya. 

Adapun dia menggaris bawahi bahwa Muhammadiyah memiliki catatan jika nanti menerima izin tambang. Yaitu terkait dengan perlindungan lingkungan dan tidak berseteru dengan kepentingan masyarakat adat dan masyarakat setempat. Beberapa catatan ini menurut Fahmy juga akan sulit dicapai oleh Muhammadiyah karena beberapa hal. 

"Kalau itu bisa dilakukan dia akan berikan contoh baik, tapi saya tidak yakin itu bisa dilakukan, atau kalau saya bilang ini mustahil. Karena untuk menghindari kerusakan lingkungan dia harus reklamasi. Nah, reklamasi itu biayanya besar sekali bahkan di tahun-tahun pertama, biayanya itu bisa lebih besar dari pendapatan (tambang)-nya," jelasnya. 

Senada dengan Fahmy, peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman mengatakan ormas-ormas keagamaan sepatutunya tidak masuk di dalam lingkaran industri tambang, karena ormas keagamaan memiliki tugas yang lebih besar dari itu, yaitu sebagai pengawas tambang. 

"Kita berharap bahwa ormas-ormas besar keagamaan ini gak usah terlibat di dalam situ. Harusnya mereka yang melakukan monitoring kepada industri tambang. Kan ini Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang banyak destruktifnya. Merusak lingkungan hidup, padahal masih banyak bisnis lain yang bisa diambil ormas-ormas ini selain bisnis tambang," jelasnya. 

Namun dirinya tidak menampik bahwa bisnis tambang cukup menjanjikan apalagi jika lahan tambang yang diberikan adalah tambang bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dari perusahan-perusahaan besar. 

"Memang ini bisnis yang menjanjikan, apalagi kalau IUP nya dikasih sisa PKP2B dari KPC, Arutmin, atau Vale, itu gemuk-gemuk itu," tambahnya. 

Untuk diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah mengungkapkan, ada 6 lahan tambang eks PKP2B yang bakal diberikan ke organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. 

Lahan tambang itu terdiri dari eks PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Pengamat energi Bisman Bakhtiar juga berkomentar serupa bahwa usaha tambang ini memang menarik bagi siapapun karena persoalan potensial mendatangkan keuntungan pendanaan. 

"Jadi siapapun yang diberikan tawaran termasuk Ormas pasti juga karena pertimbangan hal tersebut," katanya. 

Namun ia memberikan catatan bahwa Muhammadiyah harus memastikan lokasi IUPK tersebut merupakan "daging", artinya cadangan sumber dayanya besar dan kandungan bagus.

"Sebab jika faktor ini tidak terpenuhi bukan untung yg akan didapatkan oleh Ormas justru akan buntung atau rugi. Selain itu Ormas perlu mengatur dengan tertib tata kelola organisasi dan manajemennya, mengingat Ormas itu banyak orang banyak pihak dan tiap waktu pengurusnya berganti, maka hal ini harus diatur dengan ketat secara hukum agar tidak menjadi sumber konflik di internal Ormas maupun dengan pihak lain," jelasnya. 

Adapun, ia menambahkan pengelolaan oleh badan usaha Ormas juga harus transparan dan akuntable harus ada mekanisme pertanggungjawaban dan pengawasan di internal organisasi untuk mencegah penyimpanan oleh perorangan pengurus Ormas. 

"Yang terakhir Ormas jangan sampai salah pilih mitra dan ahli-ahli teknis dan manajemen, serta hukum pertambangan yang dilibatkan agar pengusahaan oleh Ormas nantinya betul-betul mendatangkan benefit bagi Ormas yang bersangkutan," tutupnya. 

Baca Juga: Muhammadiyah Tegaskan Tak Pernah Tolak Tawaran Izin Tambang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×