Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, agenda renegosiasi kontrak jual beli tenaga listrik paling mendesak mesti dilakukan oleh PLN terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), khususnya yang berada di Pulau Jawa.
Sebab, PLTU memiliki kontrak dengan sistem take or pay (TOP) dengan capacity factor yang tinggi yakni di atas 85%. Sekadar catatan, capacity factor merupakan perbandingan jumlah produksi listrik dalam periode tertentu terhadap kemampuan produksi sesuai daya mampu.
Jadi, baik PLN dan IPP dapat melakukan renegosiasi terhadap PLTU yang sudah beroperasi maupun yang akan beroperasi. “Saran saya, turunkan capacity factor diturunkan di bawah 65% sehingga PLN bisa mengelola kapasitas pasokan dengan lebih baik,” ungkap dia, hari ini.
Baca Juga: Pabrik tutup, PLN UID Disjaya: Konsumsi listrik turun 5% di Maret
Asal tahu saja, dengan sistem TOP, PLN dapat dikenakan denda jika membeli listrik di bawah ketersediaan pasokan yang telah ditetapkan dalam perjanjian jual-beli tenaga listrik.
Fabby melanjutkan, dengan mengurangi capacity factor, maka PLN tidak perlu membayar denda kepada IPP jika tidak menyalurkan semua kapasitas pembangkitnya.
Untuk IPP yang sudah beroperasi di atas 20 tahun, maka besaran capacity factor dapat diminta lebih rendah atau sekitar 60%. Ini mengingat IPP tersebut sudah membayar pinjaman dana kepada pemberi pinjaman atau i.
“Sedangkan pembangkit yang baru beroperasi atau masih membayar pinjaman, maka perlu dihitung lagi berapa capacity factor yang bisa diterima IPP juga bagi lender-nya. Mungkin sekitar level 70%,” papar dia.
Sejauh ini, PLN belum bisa berkomentar banyak terkait kemungkinan renegosiasi pembangkit listrik dengan IPP. Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Abumanan bilang, pihaknya masih melakukan kajian mendalam terkait rencana negosiasi ulang tersebut.
“PLN sedang membuat kajian risiko dan mitigasi hal tersebut. Mohon bersabar,” tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News