Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pencarian mitra pengganti Shell di Proyek LNG Abadi Masela kini masih terus berlanjut. Sejak Shell menyatakan niat melepas 35% hak partisipasi di Masela pada pertengahan tahun lalu, belum ada kandidat kuat yang bakal menggantikan Shell.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan konsistensi pemerintah menjadi kunci dalam keberlanjutan Blok Masela. Seperti diketahui, Blok Masela sempat mengalami perubahan skema pengembangan dari yang semula offshore menjadi pembangunan fasilitas pengolahan di darat.
"Dalam tingkatan tertentu dapat dikatakan pemerintah harus bersedia membayar dengan pengorbanan tertentu agar keekonomian proyek Masela tetap terjaga dalam tingkatan wajar," kata Komaidi kepada Kontan.co.id, Rabu (21/7).
Jika tidak dengan upaya tersebut, Komaidi menilai akan sulit menemukan mitra pengganti Shell. Terlebih, pada kondisi pandemi Covid-19 saat ini.
Baca Juga: SKK Migas minta divestasi Shell di Masela rampung akhir tahun ini
Komaidi melanjutkan, masih dimungkinkan adanya peminat untuk menggantikan Shell. Namun, investor pengganti mungkin saja bakal mengajukan prasyarat tertentu.
"Misalnya meminta bagi hasil dan insentif pajak tertentu. Hal semacam itu umum dilakukan untuk tingkatkan keekonomian proyek," jelas Komaidi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengungkapkan, upaya pencarian mitra pada sejumlah blok migas yang ada tidak menutup kemungkinan bakal mempengaruhi kegiatan operasi.
Moshe pun mengamini pada situasi saat ini tidak mudah menemukan mitra pengganti.
"Semoga setelah kondisi dunia membaik akan bisa meningkatkan minat investasi dari luar, karena saya melihat cukup banyak insentif yang disiapkan," kata Moshe kepada Kontan.co.id, Rabu (21/7)
Moshe menambahkan, saat ini juga terjadi perubahan tipe pada investor dimana lebih mengarah pada perusahaan swasta berskala medium. Selain itu, untuk proyek dengan nilai investasi yang besar umumnya dilakukan melalui skema konsorsium yang terdiri dari beberapa investor.
Selain Blok Masela, Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) juga tengah berproses mengganti mitra setelah Chevron berniat melepas hak partisipasinya. Eni pun disebut menjadi kandidat kuat menggantikan Chevron.
ConocoPhillips pun dikabarkan telah meminta pembukaan data menyusul niat mereka melepas hak partisipasi di Blok Corridor.
Komaidi menilai, dengan masuknya Eni maka bakal berdampak positif bagi pengembangan IDD. Pasalnya upaya integrasi fasilitas oleh Eni berpotensi menekan biaya produksi.
"Manfaat ekonominya akan diterima para pihak baik Eni, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah penghasil," kata Komaidi.
Baca Juga: Menanti langkah ConocoPhillips di Blok Corridor
Khusus untuk Blok Corridor, jika ConocoPhillips benar-benar hengkang maka akan ada banyak hal yang perlu diperhatikan pemerintah. Blok Corridor tercatat memiliki peranan penting dalam kegiatan ekspor gas ke Singapura.
"Hal lainnya semoga proses transisinya bisa semulus transisi Blok Rokan jika nanti dilepas ConocoPhillips," sambung Komaidi.
Pada 2019 lalu, ConocoPhillips baru saja menandatangani kontrak kerja sama gross split untuk meneruskan kontrak di Blok Corridor selama 3 tahun sejak berakhirnya kontrak pada 2023 mendatang. Artinya, Pengelolaan akan berlanjut hingga 2026 sebelum kemudian diteruskan oleh Pertamina.
Pada kontrak yang baru, terjadi perubahan pada besaran hak partisipasi dengan komposisi ConocoPhillips (Grissik) Ltd. (46%), Talisman Corridor Ltd. (Repsol) (24%), dan PHE Corridor (30%). PI yang dimiliki para pemegang interes tersebut termasuk PI 10% yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Daerah.
Selanjutnya: Inpex siap laksanakan proyek LNG Abadi Masela sesuai POD
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News