Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan renegosiasi kontrak pembelian gas oleh para pembeli kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dinilai tidak mudah dilakukan.
Dalam berita sebelumnya, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko menyebut, para pembeli gas meminta adanya penurunan batasan level pengambilan gas harian atau daily contract quantity (DCQ) serta penghapusan sementara level take or pay (ToP). Hal ini didasari oleh dampak Corona yang membuat serapan gas oleh para pembeli menjadi lebih rendah.
Baca Juga: SKK Migas akui usulan renegosiasi pembelian gas tidak mudah diwujudkan
Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, bukan perkara mudah untuk menghentikan aliran gas dari sumur-sumur milik Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Dari situ, relatif sulit pula penghapusan ToP dilakukan untuk penyaluran gas melalui pipa. “Karena pada dasarnya ketentuan take or pay dibuat untuk melindungi kepentingan berbagai pihak,” ujar dia, Senin (29/6).
Di atas kertas, peluang terjadinya renegosiasi kontrak antara penjual dan pembeli gas memang tetap terbuka. Namun, renegosiasi tersebut harus melalui komunikasi yang intensif antara kedua belah pihak.
Baca Juga: Begini strategi SKK Migas untuk capai target lifting migas tahun depan
Adapun pembahasan yang cukup krusial adalah penentuan batas waktu relaksasi ini diberikan kepada para pembeli gas supaya tidak ada pihak yang saling dirugikan.
Komaidi pun mengaku, masih cukup sulit memperkirakan kapan serapan gas oleh para pembeli akan kembali normal. Menurutnya, hal itu akan sejalan dengan perkembangan konsumsi gas yang juga bergantung pada kondisi ekonomi selama masa pandemi Covid-19. “Konsumsi gas akan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi yang dalam hal ini dipengaruhi oleh pandemi Corona,” terang dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News