Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
Senada, Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) menilai pertumbuhan penyaluran kredit di hunian vertikal tidak bisa diartikan ada pergeseran minat untuk tinggal dari landed ke apartemen. Menurunya, itu terjadi karena banyak pengembang-pengembang baru yang fokus pada proyek hihgrise.
Sedangkan pengembang landed house saat ini sedang menahan napas dulu karena masih fokus membebaskan lahan. Sebab dalam mengembangkan rumah tapak dibutuhkan lahan yang sangat besar untuk bisa melanjutkan keberlansungan perusahaannya.
"Jadi saat tidak terjadi perubahan tren. Ini karena lahan yang sudah terbatas saja dan kebetulan developer yang punya lahan di tengah kota lagi sama-sama melakukan pengembangan. Saat ini banyak pengembang baru bermunculan dan merek semau fokus bangun apartemen. Jadi bukan karena minat orang beli landed semakin berkurang." kata Eman.
Alvin menambahkan, untuk ukuran apartemen yang paling laku saat ini memang ada di ukuran 22 m² -70 m². Itu disebabkan karena pembeli kebanyakan merupakan end user yang tujuannya untuk digunakan. Sedangkan pasar investor sedang lesu. Konsumen memilih untuk mencari unit yang lebih terjangkau dan nyaman untuk ditinggali.
"Kalau user, merek tidak butuh yang besar dan mewah. Buat mereka yang penting nyaman, memiliki kemudahan aksesibilitas dan dekat dengan fasilitas publik. Jadi pasar sekarang adalah harga dibawah Rp 2 miliar dan terutama di bawah harga Rp 1 miliar." Kata Alvin.
Sementara Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) mengatakan, pihaknya dalam beberapa tahun terakhir sudah merasakan ada persegeran tren kebutuhan pasar. Permintaan akan hunian vertikal sudah mengalami peningkatan.