kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,34   -8,02   -0.86%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengembang menilai peningkatan penyaluran KPA bukan pertanda adanya perubahan tren


Senin, 17 September 2018 / 19:43 WIB
Pengembang menilai peningkatan penyaluran KPA bukan pertanda adanya perubahan tren
ILUSTRASI. Pembangunan apartemen di Bogor


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan apartemen selama semester pertama 2018 mengalami pertumbuhan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal itu tercermin dari data penyeluaran kredit properti yang dirilis Bank Indonesia (BI). Kredit pemilikan rumah susun (KPRS) mencatatkan pertumbuhan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

Meskipun penjualan apartemen lebih tinggi, sejumlah pengembang memandang data tersebut bukan disebabkan oleh adanya perubahan tren dalam pasar hunian. Sehingga pertumbuhan itu tidak bisa diartikan bahwa hunian vertikal lebih diminati dibandingkan rumah tapak.

Menurut data BI per Juni 2018, KPRS mencatatkan pertumbuhan 26,64% yoy. Dimana KPRS tipe 22 meter persegi (m²)-70 m² mencatatkan pertumbuhan tertinggi hingga 41,66%.

Alvin Andronicus, Assitant Vice President PT Agung Podomoro Tbk (APLN) mengatakan, pertumbuhan penjualan apartemen bukan berarti orang sudah lebih senang tinggal di apartemen dibandingkan rumah tapak.

Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kondisi lahan yang sudah semakin terbatas sehingga pengembang terutama developer baru lebih konsen untuk membangun hunian vertikal.

"Kalan bangun landed, lahannya harus di atas 5 ha untuk bisa dikembangkan secara lengkap. Masalahnya dimana lagi bisa bangun dengan luas tanah yang besar. Sehingga pembangunan apartemen yang terjadi dan banyak pengembang baru yang mengembangkan apartemen dengan lahan terbatas saat ini," kata Alvin di Jakarta, Senin (17/9).

Jumlah landed yang lokasinya strategis dan dekat dengan fasilitas umum sudah semakin terbatas. Akibatnya, orang yang lebih suka tinggal di tengah kota yang lengkap fasilitasnya mau tidak mau memilih untuk beli apartemen. Itu yang menurut Alvin membuat penjualan apartemen menjadi meningkat.

Senada, Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) menilai pertumbuhan penyaluran kredit di hunian vertikal tidak bisa diartikan ada pergeseran minat untuk tinggal dari landed ke apartemen. Menurunya, itu terjadi karena banyak pengembang-pengembang baru yang fokus pada proyek hihgrise.

Sedangkan pengembang landed house saat ini sedang menahan napas dulu karena masih fokus membebaskan lahan. Sebab dalam mengembangkan rumah tapak dibutuhkan lahan yang sangat besar untuk bisa melanjutkan keberlansungan perusahaannya.

"Jadi saat tidak terjadi perubahan tren. Ini karena lahan yang sudah terbatas saja dan kebetulan developer yang punya lahan di tengah kota lagi sama-sama melakukan pengembangan. Saat ini banyak pengembang baru bermunculan dan merek semau fokus bangun apartemen. Jadi bukan karena minat orang beli landed semakin berkurang." kata Eman.

Alvin menambahkan, untuk ukuran apartemen yang paling laku saat ini memang ada di ukuran 22 m² -70 m². Itu disebabkan karena pembeli kebanyakan merupakan end user yang tujuannya untuk digunakan. Sedangkan pasar investor sedang lesu. Konsumen memilih untuk mencari unit yang lebih terjangkau dan nyaman untuk ditinggali.

"Kalau user, merek tidak butuh yang besar dan mewah. Buat mereka yang penting nyaman, memiliki kemudahan aksesibilitas dan dekat dengan fasilitas publik. Jadi pasar sekarang adalah harga dibawah Rp 2 miliar dan terutama di bawah harga Rp 1 miliar." Kata Alvin.

Sementara Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) mengatakan, pihaknya dalam beberapa tahun terakhir sudah merasakan ada persegeran tren kebutuhan pasar. Permintaan akan hunian vertikal sudah mengalami peningkatan.

"Kalau dari komposisi penjualan di Intiland, kontribusi hasil penjualan hunian apartemen sudah lebih besar angkanya dibandingkan rumah tapak." kata Theresia pada Kontan.co.id.

Tipe apartemen untuk ukuran 22 m²-70 m² memiliki ceruk dan potensi pasar lebih besar dibandingkan apartemen dengan ukuran lebih luas karena harganya lebih terjangkau.

Sementara apartemen di atas 70 m² terutama di Jakarta dan Surabaya sangat mahal. Penyebab lainnya, menurut Theresia, perkembangan kelompok masyarakat kelas menengah yang semakin besar. Segmen di kelompok ini cenderung membutuhkan hunian yang terjangkau dengan luasan yang tidak terlalu besar namun tetap nyaman .

Dari Rp 3,3 triliun target marketing sales Intiland tahun ini, proyek mixed use dan highrise ditargetkan menyumbang kontribusi paling besar yakni Rp 2,3 triliun.

Sementara landed house hanya diharapkan menyumbang Rp 800 miliar dan sisanya dari lahan industri. "Meskipun penjualan apartemen meningkat, permintaan hunian landed saat ini juga masih sama-sama tumbuh," kata Theresia.

Sedangkan menurut Tulus Santoso, Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA), pertumbuhan penjualan apartemen bisa lebih tinggi karena properti yang diminati saat ini adalah harga dibawah Rp 1 miliar. Untuk tengah kota seperti JAkarta, harga segitu ahnya bisa didapatkan di hunian vertikal.

Oleh karena itu, Tulus melihat pertumbuhan penyaluran kredit apartemen itu bukan menandakan adanya perubahan tren kebutuhan pasar secara industri. Tetapi sebelumnya, penjualan apartemen yang harganya tinggi jarang menggunakan skema KPA.

"Rumah tapak harga Rp 1 miliar sebelumnya sudah pakai skema KPR sehingga tampaknya tidak ada pertumbuhan. Sementara apartemen yang Rp 1 miliar yang menggunakan skema KPA sangat jarang sehingga tahun ini terlihat tumbuh tinggi. Sebetulnya data itu lebih karean low based saja," terang Tulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×