Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembang swasta ingin turut berperan mengambil bagian dalam mengembangkan kawasan Transit Oriented Development (TOD) atau kawasan yang terintegrasi dengan transportasi massal. Sebab, TOD merupakan pengembangan jangka panjang yang membutuhkan perencanaan matang.
Menurut Budiarsa Sastrawinata, Presiden Kehormatan International Urban Development Association (INTA), konsep TOD tidak sebatas bangunan properti yang dipakai sebagai pemukiman yang terletak di stasiun suatu transportasi massal. Tetapi memiliki lingkup yang lebih luas lagi yakni suatu kawasan yang selain dilengkapi dengan fasilitas transportasi juga dilengkapi dengan fasilitas-faslitas lain.
Oleh karena itu, Budi menilai dalam pengembangan TOD perlu ada sinergi antara pemerintah dan pengembang swasta yang sudah berpengalaman dalam membangun sebuah kawasan terpadu.
"Jika tidak dipersiapkan dengan baik, bisa-bisa kawasan TOD itu justru menimbulkan masalah baru. Tidak hanya dalam persiapan, pengelolaan kawasan itu setelah jadi juga perlu diperhatikan," kata Kata Budi di Jakarta, Kamis (15/2).
Budi mengatakan, proyek TOD yang selama ini digaungkan pemerintah dibangun di stasiun-stasiun kereta api bukan merupakan konsep TOD yang sebenarnya. Menurutnya, konsep TOD itu harus juga memikirkan kebutuhan dari masyarakat yang nantinya menghuni kawasan yang dibangun mulai dari pendididikan, kesehatan, dan kebutuhan komersial lain.
Sementara Direktur Ciputra Group, Agus Surja Widjaja mengatakan, saat ini diperjelas lagi peran pemerintah dan swasta dalam pengembangan hilirisasi proyek infrastruktur. Selama ini, pemerintah telah menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana proyek infrastruktur dan properti dan belum ada kebijakan yang jelas mengenai peran swasta.
Menurut Agus, sebaiknya pemerintah lewat penugasan kepada BUMN cukup hanya mengembangkan infastrukturnya saja tetapi untuk pengembangan properti sebaiknya diserahkan kepada swasta.
"Seharusnya pemerintah itu mengerjakan apa yang tidak bisa dikerjakan swasta saja. Daripada anggaran negara dipakai menyuntik BUMN buat bangun properti, lebih baik uangnya dihhemat untuk bangun infrastruktur dan bangun properti ini diserahkan ke swasta saja," tuturnya.
Agus mengatakan, pengembang swasta sebenarnya sanggup membangun kawasan TOD asalkan skemanya diserahkan pada mekanisme pasar. Kalaupun pemerintah ingin mematok harga yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), menurut Agus, pengembang swasta harus diberikan insentif seperti yang didapatkan pengembang BUMN selama ini.
"Kalau pemerintah ingin swasta membangun rumah yang affordable lebih banyak maka harus diberikan insentif seperti pajak, insetif dalam mendapatkan lahan yang affordable. Swasta kalau ada untung di atas kertas pasti digarap. Kalau pembangunan diserahkan ke swasta pasti pengembangannya akan lebih cepat," jelas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News