Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Bayu Krisnamurthi mengatakan, pengembangan biodiesel sebagai bahan bakar terbarukan di Tanah Air masih pada taraf rintisan, sehingga membutuhkan dukungan kebijakan pemerintah.
"Agar tercipta iklim usaha yang kondusif diperlukan dukungan kebijakan pemerintah. Salah satu usulan kebijakan terkait penetapan besaran volume 'public service obligation' (PSO)," katanya, Sabtu (5/9) kemarin.
Dia mengatakan, sisa PSO atau kewajiban pelayanan publik biodiesel yang ada pada 2015 mencapai 750 ribu kiloliter. Sementara untuk 2016, kapasitasnya akan mencapai 1,5 juta kiloliter.
Selain untuk memberi insentif bagi para pengusaha yang sudah berkiprah, pembagian prorata juga membatasi peluang bagi hadirnya para broker yang sekadar bermodal kuota saja tanpa memiliki akses produksi.
"Sejak awal, biodiesel dari sawit harus membangun tata kelola yang bagus agar tercipta iklim usaha yang kondusif dan efisien," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Agribisnis dan Pangan Franky Oesman Widjaja.
Pemerintah juga diharapkan terus mendukung upaya intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan sawit. Tujuannya agar ketersediaan pasokan CPO terus terjaga baik untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan bahan bakar terbarukan.
"Ke depan, pemanfaatan biodiesel sebagai energi terbarukan akan semakin besar. Ini harus ditopang dengan ketersediaan pasokan CPO agar industri biodiesel nasional bisa kompetitif," kata Franky.
Usulan kebijakan lainnya yang muncul adalah penetapan sanksi bagi badan usaha yang tak melaksanakan mandatori B-15 berupa sanksi finansial yang cukup besar agar badan usaha tak mangkir karena lebih memilih membayar denda.
Selain itu, juga diusulkan adanya insentif fiskal untuk memperkuat industri sawit dalam energi terbarukan misalnya tax holiday atau tax allowance bagi para pelaku industri biodiesel.
Sejak Agustus 2015, mandotori B-15 telah bergulir setelah sebulan sebelumnya BLU mulai menarik dana pungutan kepada pengusaha sawit yang besarannya bervariasi.
Diperkirakan pelaksanaan mandatori ini mampu menyerap produksi biodiesel dalam negeri sebesar 5,3 juta kiloliter atau setara dengan 4,8 juta ton CPO dan memberikan penghematan devisa sebesar 2,54 miliar dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News