kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengembangan energi terbarukan tetap perlu dilakukan meski ada pandemi corona


Selasa, 09 Juni 2020 / 15:04 WIB
 Pengembangan energi terbarukan tetap perlu dilakukan meski ada pandemi corona
ILUSTRASI. Walau ada pandemi corona, semestinya pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) tetap perlu dilakukan.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, sebenarnya Indonesia masih memiliki potensi yang besar dari sektor minyak dan gas bumi (migas).

Data dari SKK Migas menunjukkan, Indonesia saat ini memiliki 128 cekungan migas, namun baru 20 cekungan saja yang sudah masuk ke tahap produksi. Selain itu, hingga tahun 2019 Indonesia memiliki cadangan minyak sebanyak 3,8 Billion Barel Oil (BBO) dan 77 Trillion Cubic Feet (TCF).

Kendati demikian, potensi tersebut baru bisa dioptimalkan melalui kegiatan eksplorasi di sektor hulu migas. Sedangkan investasi di sektor tersebut saat ini cenderung sulit dilakukan seiring pandemi Corona. Iklim investasi migas Indonesia pun belum terlalu menarik di mata investor untuk sekarang ini.

Maka dari itu, pengembangan EBT tetap harus dilakukan oleh pemerintah. Menurut Fabby, potensi alternatif energi selain Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah Bahan Bakar Nabati (BBN).

Indonesia pun sudah mencoba mengembangkan bahan bakar berbasis minyak sawit setidaknya dalam lima tahun terakhir. Untuk tahun ini, sudah ada program B30 atau pencampuran 30% minyak sawit dengan produk solar yang dijalankan oleh pemerintah.

“Program minyak nabati bukan hanya soal potensi, tapi konsistensi pengembangannya juga diperlukan oleh pemerintah,” kata Fabby, Sabtu (6/6).

Namun, implementasi B30 pun ikut terganggu oleh wabah Corona. Dalam berita Kontan sebelumnya, realiasi penyaluran B30 hingga 26 Mei 2020 berada di level 3,352 juta kiloliter atau 34,95% dari target di tahun ini sebanyak 9,6 juta kiloliter.

Saat itu, Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Andriah Feby Misnah bilang, realisasi penyaluran B30 cenderung turun 15% dari kondisi normal ketika belum ada wabah Covid-19.

Fabby menilai, di tengah harga minyak mentah yang rendah, pemanfaatan biofuel memang menjadi kurang kompetitif.

Pemerintah pun harus memikirkan secara matang program-program strategis dan intervensi dalam pengembangan EBT pasca Covid-19. Hal ini dilakukan agar pemerintah tidak terbebani dengan program-programnya sendiri di sektor EBT.

Baca Juga: Pengamat: PLN seharusnya tidak batasi produksi listrik dari sumber EBT

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×