Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pemerintah mendorong ekosistem kendaraan listrik terintegrasi dari hulu ke hilir dinilai masih membutuhkan dukungan insentif.
Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang, MIND ID yang juga merupakan bagian dari Indonesia Battery Corporation (IBC) mengharapkan adanya dukungan insentif dalam rencana pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Hal ini disampaikan Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID Dany Amrul Ichdan dalam gelaran webinar series minerba yang digelar Kementerian ESDM pada Selasa (14/9) malam.
Dany mengungkapkan saat ini sudah ada sejumlah insentif yang diakomodir oleh pemerintah, kendati demikian masih diperlukan dukungan berupa insentif tambahan demi menjaga nilai keekonomian proyek serta menarik minat investor. "Kami mengharapkan sekali dukungan kebijakan dari pemerintah agar ekosistem baterai bisa sukses," ujar Dany.
Dany mengungkapkan, dukungan insentif pada ekosistem kendaraan listrik bersumber dari 4 kementerian antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dany menjelaskan, insentif yang dapat diakomodasi dari Kementerian keuangan yakni menyangkut penambahan jangka waktu pembebasan bea masuk impor bahan baku precusor, katoda, battery cell dan battery recycling. Selain itu, insentif lainnya yakni penambahan jangka waktu pembebasan dan lingkup industri yang diberikan tax holiday, pembebasan PPN impor untuk produk precusor, katoda, battery cell/pack serta pembuatan pos tarif khusus untuk precusor, katoda, battery cell/pack dan pengenaan tarif MFN tinggi serta bea masuk preferensi.
Baca Juga: Kadin: Indonesia berpeluang menjadi produsen baterai mobil listrik terbesar di dunia
Adapun, insentif dari kemenperin yakni berupa pembuatan pos tarif khusus untuk precusor, katoda, battery cell/pack dan pengenaan tarif MFN tinggi serta bea masuk preferensi.
MIND ID pun berharap ada dukungan insentif dari Kementerian ESDM berupa pemberian diskon royalti untuk bijih nikel limonit untuk bahan baku baterai kendaraan listrik dan diskon Harga Patokan Mineral (HPM) bijih limonit.
Insentif lainnya meliputi kemungkinan agar BUMN tetap dapat mengalihkan sebagian wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada anak usaha yang mayoritas sahamnya dimiliki BUMN.
Selain itu, dukungan lainnya yakni badan usaha Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) selaku pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dapat bekerja sama dengan pemegang Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUPJTL).
Dany melanjutkan, perlu ada penetapan batas atas tarif tenaga listrik agar lebih meningkatkan kelayakan ekonomi bagi pemegang IUPTL dan IUPJTL. Dukungan juga diharapkan datang dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) berupa kemudahan perizinan sisa hasil pengolahan nikel untuk bahan baku kendaraan listrik.
Dany mengungkapkan hingga tahun 2050 ada dua fokus utama yang ingin dicapai yakni beralih menuju kendaraan listrik (EV) dan Fuel Cell EV (FCEV) serta beralih ke rasio campuran bahan bakar yang ramah lingkungan dan penggunaan bahan bakar rendah karbon.
"Kita berkontribusi 20% terhadap emisi dunia dalam 10 tahun terakhir. Kendaraan darat juga berkontribusi paling besar pada emisi sektor transportasi," ujar Dany.
Sementara itu, Direktur Utama PT Vale Indonesia Tbk (VALE) Febriany Eddy mengungkapkan Indonesia memiliki peranan penting dalam upaya dekarbonisasi global. kendati demikian, hal ini tetap harus dilakukan secara hati-hati dengan mengikuti kaidah yang ramah lingkungan.
Dorong eksplorasi hulu
Dari sisi hulu pertambangan, Febriany menilai perlu ada sejumlah dukungan dari pemerintah.
"Dari sisi kami pemerintah mungkin bisa bantu dukungan untuk beri insentif. Kalau bisa dibedakan, tidak semua investor sama. (Untuk) investor yang punya misi keberlanjutan, sudah memiliki track record serta punya komitmen diberikan insentif yang lebih," kata Febriany.
Febriany menambahkan, dukungan juga diharapkan pada aspek perizinan. Dirinya mengakui sejumlah upaya memang telah dilakukan pemerintah, kendati demikian dalam praktiknya proses perizinan masih kerap jadi kendala. "ini semua jika dilakukan akan mengubah persepsi mengenai pertambangan nikel dan Indonesia secara khusus," jelas Febriany.
Direktur Jenderal Minerba Ridwan Djamaluddin mengatakan, industri minerba kini tengah menuju arah yang sama, yakni berupaya untuk menjadi industri energi yang bersih dan ramah lingkungan.
"Artinya, ketika kita bicara mengenai mineral untuk energi bersih, itu adalah sebuah langkah yang sejalan dengan upaya kita untuk menghasilkan energi yang baru dari yang selama ini digunakan sebagai bahan baku energi," tutur Ridwan pada Webinar Seri "Mineral for Renewable Energy - Green/Clean Energy" Selasa malam (14/9).
Baca Juga: Pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik Hyundai - LG di Karawang resmi dimulai
Mineral-mineral tersebut, tambah Ridwan, nantinya akan digunakan dalam banyak komponen dan industri, di antaranya untuk infrastruktur, transportasi publik, industri baterai, serta membangun infrastruktur energi baru dan terbarukan lainnya. Maka dari itu, diperlukan eksplorasi masif di tengah tantangan geografis yang dimiliki Indonesia.
"Kita akan mendorong eksplorasi yang lebih masif untuk mendapatkan sumber-sumber bahan baku yang lebih baik, yang secara teoritik ada di Indonesia. Namun tantangan kita, sebagaimana saat kita mengekplorasi sumber-sumber mineral yang lain, dengan konfigurasi geologi di Indonesia, eksplorasi kita tidak bisa sepenuhnya meniru apa yang dilakukan oleh negara lain, sehingga kita belum melakukan pendalaman yang sesuai dengan konfigurasi Indonesia," jelasnya.
Saat ini Indonesia telah memiliki jenis-jenis mineral kritis dan Logam Tanah Jarang yang berpotensi untuk dikembangkan. Telah banyak diskusi dan diskursus yang dilakukan untuk mendorong pemanfaatan mineral-mineral kritis ini.
"Hingga saat ini secara spesifik pemerintah belum memiliki rencana yang sangat khusus, termasuk regulasi pengembangan LTJ. Diskusi ini adalah untuk menyusun kerangka kerja besar itu, baik dalam konteks teknis maupun penyusunan regulasi. Sehingga niat kita untuk mengubah paradigma industri pertambangan yang dikesankan tidak ramah lingkungan, menjadi industri yang ramah lingkungan, termasuk dalam konteks menghasilkan energi bersih. Kita sudah yakin pada konsep yang sudah berkembang, namun kita perlu menyusun kerangka kerja implementasi yang lebih nyata," ujar Ridwan.
Selanjutnya: Groundbreaking pabrik baterai, Jokowi: Era kejayaan komoditas bahan mentah berakhir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News