kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengusaha batubara keluhkan syarat clean and clear


Kamis, 21 Agustus 2014 / 11:11 WIB
Pengusaha batubara keluhkan syarat clean and clear
ILUSTRASI. Inilah 4 Cara Membuat Link WhatsApp Grup dan Chat Personal. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Sertifikat Clean and Clear (CNC) yang diterapkan Kementerian ESDM bagi pengusaha tambang sebagai syarat untuk mendapatkan status Eksportir Terdaftar (ET) untuk kemudian bisa melakukan ekspor menuai kecaman dari kalangan pengusaha.  

Ketua Komite Bisnis Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Pandu Sjahrir menilai, walau dari sisi tujuan baik yaitu untuk menekan ilegal mining namun aturan ini banyak bertentangan dengan regulasi yang lain. Dari sisi waktu juga sangat tidak tepat. Apalagi jika harus dipaksakan tetap berlaku per 1 September nanti.

"Aturan dari Dirjen Minerba tidak disosialisasikan dengan memadai, dari sisi waktu juga tidak tepat sehingga ini akan berefek buruk pada semua," tegas Pandu dalam keterangannya, Rabu (20/8).

Ia menceritakan, banyak pengusaha sudah mengajukan permintaan sertifikasi clean and clear sejak tiga tahun lalu. Namun sampai saat ini tidak pernah ada kejelasan dari Kementerian ESDM bagaimana statusnya. Apakah sudah CNC atau belum.

Jika tetap diterapkan per 1 September, pengusaha batubara yang sudah memiliki komitmen penjualan akan terganggu sehingga tidak bisa ekspor. Dampaknya akan berimbas pada sisi makro ekonomi, dimana neraca perdagangan akan defisit. "Ini critical issue, dampaknya bisa ke ekonomi makro, defisit akan makin melebar. Kebijakan ini bisa membuat semua terpuruk," tegasnya. 

Keluhan ini sejatinya sudah disampaikan pengusaha dalam acara Sosialisasi Permendag 39 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan RI pada 7 Agustus 2014 lalu. Dimana pada saat itu perwakilan Dirjen Minerba mengatakan bahwa sertifikat clean and clear tidak merupakan syarat yang harus dilampirkan untuk mendapatkan rekomendasi ET Dirjen Minerba.

Masalah lainnya yaitu soal kewajiban menyampaikan surat pernyataan bermaterai mengenai kebenaran dokumen dan kesediaan membayar iuran produksi/DPHB pada titik jual di FOC barge/vessel sebelum diangkut lintas kabupaten/kota/provinsi. 

Ini bertentangan dengan UU No 20 tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak, dimana disebutkan iuran produksi hanya dikenakan pada pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini juga tidak sejalan dengan penegasan dari surat Direktorat Jenderal Mineral Batubara No 1363/07/DBP/2013 tanggal 8 November 2013, dimana perhitungan iuran asuransi produksi didasarkan pada perpindahan kepemilikan pada fasilitas muat akhir yang dimiliki oleh pemegang IUP/dan atau PKP2B yaitu FOB Tonkang.

Selain itu juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan sumber daya mineral (PP/9/2012) tidak mewajibkan pembayaran iuran produksi sebelum diangkut lintas kabupaten/kota/provinsi

Semua ketentuan baru itu, kata Pandu, belum pernah ditelaah bersama-sama dengan asosiasi. "Ini juga belum disosialisasikan, padahal dampaknya cukup negatif bagi industri," katanya. (Sanusi) sanusi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×