Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil pertemuan antara Komisi Eropa, Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa beberapa waktu lalu memutuskan pelarangan penggunaan biofuel berbahan sawit ditunda hingga 2030.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Danang Girindrawardana memandang, keputusan ini bukanlah akhir yang menghilangkan diskriminasi Uni Eropa atas sawit Indonesia.
"Adanya penundaan ini bukan berarti rencana menghilangkan CPO dari Biofuel dihapuskan, penundaan ini hanya memperpanjang implementasi diskriminasi oleh Uni Eropa," ujar Danang kepada Kontan.co.id, Selasa (19/6).
Menurut Danang, dengan adanya keputusan ini Indonesia tidak boleh berpuas diri, namun harus mulai mengurangi ketergantungan ekspor sawit ke pasar Uni Eropa.
Danang memandang, Uni Eropa memang menunjukkan diskriminatsi terhadap CPO Indonesia. Pasalnya, sawit jauh lebih unggul dibandingkan komoditas lain yang digunakan sebagai bahan minyak nabati yang digunakan oleh Uni Eropa. "Proses diskriminasi sawit yang dilakukan merupakan bentuk hegemoni politik mereka," ujar Danang.
Menurut Danang, Indonesia masih bisa mengembangkan ekspor sawit ke pasar-pasar baru seperti China, Bangladesh, Afrika serta beberapa negara lain yang ekspor minyak sawitnya terus meningkat.
Tak hanya meningkatkan ekspor ke negara lain, Danang pun berpendapat bahwa Indonesia harus tetap melakukan perbaikan atas tuduhan-tuduhan negatif yang dilayangkan untuk komoditas sawit Indonesia.
"Kita tidak boleh diam dan harus kita perbaiki. Kita lakukan perbaikan ke dalam. Apa yang dituduhkan itu dievaluasi. Kalau yang dituduhkan tersebut terjadi di satu titik, mari kita perbaiki," tandas Danang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News