Reporter: Handoyo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Kapal Pengangkut Ikan Indonesia (APKII) berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan kelonggaran kebijakan operasional bagi pengusaha kapal pengangkut.
A Sakiman, Presiden APKPII mengatakan, selama ini beberapa kebijakan telah menghambat pelaku usaha kapal pengangkut untuk berkembang. "Padahal dalam sistem logistik perikanan, hal yang paling utama adalah distribusi," kata Sakiman, Kamis (28/6).
Beberapa kebijakan pemerintah yang menghambat sistem distribusi logistik perikanan itu antara lain; pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan pembatasan wilayah operasi kapal dengan pemberlakuan surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI).
Sakiman menilai, pembatasan subsidi BBM sebesar 25 kilo liter (kl) untuk setiap kapal dalam sekali berlayar tidak efektif diberlakukan. Sakiman bilang, pembatasan subsidi BBM tersebut harusnya berlaku proporsional.
Sakiman beri contoh, bila kapal pengangkut membutuhkan BBM sampai 36 KL, seharusnya pemerintah memberikan dispensasi sesuai kebutuhannya. "Hal ini dapat dihitung dan dipertanggungjawabkan," terang Sakiman.
Pembatasan pemberlakuan SIKPI juga turut menghambat produktivitas kapal pengangkut. Pasalnya, satu kapal pengangkut tak boleh menurunkan produk ikan yang dibawa ke seluruh pelabuhan.
Sukiman menambahkan, kapal pengangkut seharusnya dapat dimanfatkan untuk mendistribusikan bahan baku lain seperti sembako saat kembali berlayar.
Adanya kapal pengangkut ini sebenarnya membuat biaya operasional nelayan ikan makin minim. Sakiman memperkirakan, jika nelayan menjual ikannya ke kapal pengangkut ikan, maka nelayan bisa berhemat 40% dari pemakaian BBM.
Sekedar gambaran, saat ini ada sekitar 1.000 unit kapal pengangkut yang tercatat di KKP. Dari jumlah itu, hanya 700 unit yang beroperasi. Untuk kapal pengangkut berkapasitas 200 gross tonnage (GT), kapasitas terpasang menyimpan produk ikan bisa mencapai 150 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News