Sumber: KONTAN |
NUSA DUA (BALI). Tuntutan para pecinta lingkungan agar produk minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) memenuhi standar roundtable of sustainable palm oil (RSPO), rupanya belum mendapat respon sepadan dari para konsumen CPO dunia.
Executive Director Oil World Thomas Mielke mengatakan, saat ini konsumen CPO masih mengutamakan harga ketimbang melihat sertifikat ramah lingkungan yang dimiliki perusahaan kelapa sawit.
Akibatnya, harapan pengusaha yang memiliki sertifikat RSPO bisa mendapatkan harga premium pun buyar. Padahal, ujar Mielke, pengusaha mengeluarkan ongkos untuk audit standar RSPO. "Jika pengusaha menjual dengan harga lebih tinggi, pembeli tidak akan tertarik," imbuh Mielke.
Itulah sebabnya, hingga saat ini baru empat perusahaan yang mengantongi sertifikat RSPO. Mereka adalah, PT Musim Mas, PT Hindoli, PT London Sumatera, dan PT Sinar Mas yang belum lama ini juga mengantongi sertifikat RSPO.
Pemegang sertifikat RSPO adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah memenuhi ketentuan ramah lingkungan. Misalnya, perusahaan tersebut tidak melakukan pembakaran hutan, tidak ada konflik dengan masyarakat adat dan serikat pekerja, serta memenuhi aturan pemerintah.
Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, perusahaan harus mendatangkan auditor. Tentu ini butuh biaya. Belum lagi, sertifikat tersebut harus diperpanjang setiap tahun.
Trik pesaing CPO
Seorang sumber KONTAN di sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit terang-terangan mengatakan bahwa pihaknya tak tertarik mengurus sertifikat RSPO. "Buat apa buang biaya, toh tidak ada keharusannya," ujarnya.
Ia menilai isu lingkungan hidup yang dilemparkan negara-negara Uni Eropa merupakan trik untuk membatasi perkembangan pasar CPO yang menggerus pasar konsumsi minyak kedelai dan biji bunga matahari yang merupakan komoditas mereka.
Menurut riset Oil World, konsumsi CPO yang meningkat pesat memang telah menggusur minyak nabati lainnya. Tahun 1991, di antara 17 jenis minyak nabati dunia, porsi konsumsi CPO mencapai 13,9%. Adapun konsumsi minyak kedelai berada di urutan teratas dengan pangsa 19,6%.
Namun tahun ini, komposisi nya berubah drastis. Dari total konsumsi minyak nabati dunia sebanyak 169 juta ton setahun, CPO berada di posisi pertama dengan pangsa pasar 27,7%. Sementara konsumsi minyak kedelai berada di urutan kedua sebesar 22,3%. Adapun porsi konsumsi minyak biji bunga matahari merosot sedikit, yakni dari 10,3% menjadi 7,3% saja.
Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Derom Bangun berpendapat, pemerintah harus turun tangan untuk membantu pengusaha dalam mencari pasar yang baru. "Dengan begitu, pengusaha memiliki alternatif pasar yang lebih luas dan bisa mendapatkan harga yang premium," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News