kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengusaha mall tidak khawatir marak belanja online


Senin, 08 Mei 2017 / 15:24 WIB
Pengusaha mall tidak khawatir marak belanja online


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Tahun 2014 lalu, capaian market e-commerce di Indonesia mencapai US$ 13 miliar atau sekitar Rp 176 triliun. Tahun ini, pertumbuhannya diprediksi mencapai angka US$ 25 miliar hingga US$ 30 miliar.

Bahkan Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) memperkirakan Indonesia dapat menjadi salah negara dengan e-commerce terkuat di dunia pada tahun 2020.

Meski pertumbuhan pasar e-commerce di Tanah Air cukup pesat, hal tersebut tidak terlalu dikhawatirkan para pelaku usaha pusat perbelanjaan.

"Banyak hiruk pikuk mengatakan bahwa kita bisa kalah dengan online atau daring, tapi daring-nya itu di bawah 1% kok (transaksinya)," kata Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan saat Rapat Kerja Nasional APPBI di Sheraton Grand Jakarta, Senin (8/5/2017).

Menurut dia, pertumbuhan pusat perbelanjaan di Indonesia jauh lebih baik bila dibandingkan dengan di Amerika Serikat maupun Eropa.

Bahkan, ia menyebut, tidak ada perkembangan yang signifikan di dalam sektor pusat perbelanjaan di Eropa.

"Jadi kalau kita mau lihat mal bagus, datanglah ke Indonesia," kata dia.

Berdasarkan catatan APPBI, setidaknya ada sekitar 82 pusat perbelanjaan yang berdiri di Jakarta.

Ia tak mempersoalkan bila ada investor yang berencana membangun mal baru di Jakarta. Hanya, saat ini jarang ada investor yang secara khusus ingin membangun mal sendiri.

Biasanya, investor memilih membangun pusat perbelanjaan yang digabung dengan menara perkantoran, dan apartemen.

Hal itu disebabkan lantaran lamanya mencapai titik break even point (BEP) atas investasi yang ditanamkan.

Kondisi tersebut, kata dia, berbeda dengan tahun 1990-an saat BEP dapat dicapai dalam kurun waktu empat tahun sejak mal berdiri.

"Sekarang return of investment kita sukses saja, sukses banget 10 tahun. Nah untuk sukses atau yang sedang-sedang pasti di atas 12 tahun," kata dia. (Dani Prabowo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×